Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaringan listrik terbesar di AS, PJM Interconnection, tengah berada dalam tekanan besar seiring lonjakan permintaan dari pusat data (data centers) dan kecerdasan buatan (AI) seperti chatbot, yang jauh melebihi kecepatan pembangunan pembangkit listrik baru.
Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran akan potensi pemadaman dan kenaikan tarif listrik hingga lebih dari 20% musim panas ini di sejumlah wilayah.
Kenaikan Tarif dan Krisis Kepemimpinan
PJM Interconnection melayani 67 juta orang di 13 negara bagian, mulai dari Illinois hingga Tennessee, dan dari Virginia ke New Jersey—wilayah dengan konsentrasi pusat data tertinggi di dunia.
Baca Juga: Jepang dan Korsel Negosiasi Ulang Tarif Trump, Dunia Berebut Waktu Sebelum 1 Agustus
Dalam satu tahun terakhir, PJM mengalami gejolak besar setelah harga lelang kapasitas tahunan melonjak lebih dari 800%. Lonjakan ini langsung berdampak pada tarif listrik rumah tangga.
Ketidakpuasan pun meluas. Gubernur Pennsylvania Josh Shapiro bahkan mengancam akan menarik negara bagiannya keluar dari PJM jika tidak ada langkah signifikan untuk menurunkan biaya dan mempercepat reformasi.
Sementara itu, CEO PJM, Manu Asthana, mengumumkan akan mengundurkan diri pada akhir tahun, disusul dengan pemecatan dua anggota dewan direksi.
Lelang Kapasitas dan Permintaan AI yang Melejit
PJM dijadwalkan menggelar lelang kapasitas berikutnya pada Rabu ini, yang bertujuan untuk menentukan tarif guna menjamin ketersediaan listrik saat beban puncak—biasanya selama musim panas dan musim dingin ekstrem. Namun, para ahli memperkirakan harga akan kembali naik, karena pasokan belum mampu mengejar permintaan.
Permintaan ini meningkat drastis akibat ledakan pembangunan pusat data, khususnya di Data Center Alley, Virginia Utara, serta lonjakan konsumsi listrik dari model-model AI seperti ChatGPT yang membutuhkan daya komputasi tinggi.
“Harga akan tetap tinggi selama pertumbuhan permintaan melampaui pasokan—ini hukum dasar ekonomi,” ujar juru bicara PJM, Jeffrey Shields.
PJM mencatat bahwa mereka telah menyetujui proyek baru dengan total kapasitas 46 gigawatt dalam beberapa tahun terakhir—cukup untuk mengaliri listrik ke 40 juta rumah—namun sebagian besar belum dibangun karena penolakan lokal, hambatan rantai pasok, dan kendala pendanaan.
Kebijakan Tertunda dan Proyek Tersendat
PJM juga dituding memperburuk situasi dengan menunda proses lelang dan menghentikan sementara aplikasi sambungan baru sejak 2022 karena banjir permintaan dari proyek energi terbarukan. Antrian interkoneksi PJM disebut masih menjadi hambatan utama bagi pembangunan pembangkit baru.
Baca Juga: Trump: Israel Menyetujui Persyaratan untuk Menuntaskan Gencatan Senjata di Gaza
Bahkan proyek yang sudah mendapat prioritas seperti reaktivasi pembangkit nuklir Three Mile Island, yang kini dinamai Crane Clean Energy Center dan dibiayai oleh Microsoft, baru akan beroperasi paling cepat pada 2027.
“Reformasi PJM tidak akan berdampak jika mereka belum menyelesaikan antrian interkoneksi,” ujar Joshua Macey, profesor hukum energi di Yale Law School.
Ancaman Blackout dan Campur Tangan Pemerintah
Kekhawatiran terhadap potensi pemadaman listrik mendorong pemerintahan Trump pada Mei lalu untuk memerintahkan dua pembangkit listrik berbahan bakar fosil di Pennsylvania agar tetap beroperasi melewati jadwal pensiun mereka.
Sementara itu, Gubernur Shapiro terus menekan PJM untuk melakukan reformasi menyeluruh.
“Kami butuh kecepatan, transparansi, dan perlindungan biaya konsumen dari PJM,” ujar Shapiro.
“Kalau tidak, kami akan pertimbangkan untuk keluar,” tambahnya.