Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua raksasa ekonomi Asia, Jepang dan Korea Selatan, pada Selasa menyatakan bahwa mereka akan berupaya melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat guna melembutkan dampak tarif tinggi yang diumumkan Presiden Donald Trump, yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Trump kembali mengguncang hubungan dagang internasional dengan mengumumkan bahwa 14 negara, termasuk sekutu dekat AS seperti Jepang dan Korea Selatan, akan dikenakan tarif baru mulai dari 25% hingga 40% untuk berbagai produk ekspor ke Amerika.
Jepang Fokus Lindungi Industri Otomotif dan Pertanian
Menteri Perdagangan Jepang Ryosei Akazawa mengonfirmasi bahwa pemerintahnya akan menuntut keringanan tarif, khususnya untuk industri otomotif yang menjadi tulang punggung ekspor Jepang.
Akazawa mengungkapkan telah melakukan pembicaraan selama 40 menit dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, dan kedua belah pihak sepakat untuk terus melanjutkan negosiasi secara aktif.
Baca Juga: Trump Umumkan Tarif Baru 25%–40% untuk 14 Negara, Ini Daftar Lengkapnya!
Namun, Akazawa menegaskan bahwa Jepang tidak akan mengorbankan sektor pertanian demi mendapatkan kesepakatan cepat. Sektor ini memiliki pengaruh politik yang kuat di dalam negeri dan menjadi garis merah dalam setiap negosiasi dagang.
Korea Selatan Intensifkan Negosiasi
Sementara itu, Kementerian Perdagangan Korea Selatan juga menyatakan akan mempercepat pembicaraan dengan pihak AS dalam tiga pekan ke depan guna "mencapai hasil yang saling menguntungkan." Korea Selatan menjadi salah satu negara yang terkena tarif 25% dari kebijakan baru Trump.
Presiden Trump sendiri memberi sinyal bahwa meskipun tenggat waktu 1 Agustus bersifat “tegas”, namun masih ada ruang fleksibilitas.
“Saya katakan itu tegas, tapi tidak 100% tegas. Kalau mereka menelepon dan ingin membicarakan pendekatan yang berbeda, kami terbuka,” ujar Trump pada Senin.
Baca Juga: Trump Tetapkan Tarif Baru Jepang, Korsel, & Indonesia, Perang Dagang Makin Panas!
Uni Eropa Mendekati Kesepakatan
Uni Eropa, sebagai mitra dagang bilateral terbesar AS, juga tengah mempercepat perundingan dengan Washington. Seorang sumber Uni Eropa menyatakan bahwa negosiasi difokuskan pada “rebalancing perdagangan” dan konsesi untuk sektor ekspor utama, seperti pesawat, peralatan medis, dan minuman beralkohol.
Kesepakatan dengan Uni Eropa diperkirakan dapat tercapai sebelum batas waktu 1 Agustus. Hingga saat ini, hanya Inggris dan Vietnam yang telah berhasil mencapai kesepakatan penuh dengan pemerintahan Trump.
Reaksi Pasar dan Kekhawatiran Global
Meskipun pasar keuangan global bereaksi relatif tenang, banyak pelaku bisnis dan lembaga internasional menyuarakan kekhawatiran. Direktur Eksekutif ITC (International Trade Centre), Pamela Coke-Hamilton, menyebut kebijakan tarif Trump memperpanjang ketidakpastian global.
“Langkah ini memperpanjang masa ketidakpastian, merusak investasi jangka panjang, dan menciptakan instabilitas baru dalam kontrak bisnis global,” ujarnya di Jenewa.
Baca Juga: Indonesia Kena Tarif 32% ke AS, Sri Mulyani Masih Tunggu Koordinasi dengan Kemenko
Negara-Negara Berkembang Paling Terpukul
Tarif tertinggi, yakni 40%, akan diberlakukan pada Laos dan Myanmar, diikuti tarif 36% untuk Kamboja dan Thailand, dan 35% untuk Serbia serta Bangladesh. Negara-negara lain seperti Tunisia, Malaysia, Kazakhstan, dan Afrika Selatan juga masuk dalam daftar yang dikenai tarif antara 25% hingga 32%.
Bagi Bangladesh, yang sangat bergantung pada ekspor pakaian jadi ke pasar AS, kabar ini menjadi pukulan berat.
“Ini benar-benar mengejutkan bagi kami,” kata Mahmud Hasan Khan, Presiden Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh (BGMEA).
“Kami berharap tarifnya hanya 10%–20%. Angka 35% akan sangat merusak industri kami,” tambahnya.
Lebih dari 80% pendapatan ekspor Bangladesh berasal dari industri garmen, yang juga mempekerjakan sekitar 4 juta orang.