Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China meluncurkan reformasi pasar modal guna mengerek pasar saham yang tengah lesu. Namun dampaknya nilai mata uang China makin loyo karena perusahaan mulai menaikkan pembayaran dividen.
Ini karena perusahaan China yang terdaftar di Hong Kong membayar dividen dalam mata uang dollar Hong Kong tetapi menghasilkan pendapatan dalam yuan. Konversi mata uang ini yang memicu permintaan besar terhadap mata uang asing sehingga melemahkan yuan.
Baca Juga: UPDATE Tragedi Jeju Air: 179 Orang Tewas, 2 Awak Pesawat Selamat
Tekanan yuan kian bertambah lantaran arus keluar dan ketegangan yang meningkat antara AS dan China. "Permintaan klien yang lebih tinggi terhadap mata uang asing sebagian besar karena aliran dividen dan banyak perusahaan yang terdaftar di Hong Kong memperkenalkan dividen interim," kata Xing Zhaopeng, ahli strategi senior di Australia & New Zealand Banking Group Ltd dikutip Bloomberg.
Sejak reformasi pasar modal yang dilakukan China pada April 2024. Tingkat pembayaran dividen, kualitas emiten baru dan tata kelola perusahaan memang makin baik.
Namun, menurut Xing, frekuensi konversi dan jumlah bersih dividen yang naik akan membebani yuan karena perusahaan terus mengonversi ke mata uang untuk pembayaran dividen. Berdasarkan data Bloomberg, perusahaan milik negara China meningkatkan pembayaran dividen secara signifikan mencapai rekor US$ 118 miliar di 2024.
Beberapa perusahaan yang membagi dividen gede diantaranya China Construction Bank Corp sebesar US$ 6,5 miliar. Ini adalah pembayaran dividen interim pertamanya sejak 2008. Dividen interim cukup besar lain adalah dividen China Mobile Ltd sebesar US$ 6,9 miliar pada September 2024. Di mana nilainya naik 7% secara tahunan. CNOOC Ltd juga membayar 26% lebih banyak pada 2024.
"Depresiasi pada yuan menjelang akhir setiap tahun tidak mungkin mengubah tren pembayaran dividen BUMN," kata Le Xia, Kepala Ekonom BBVA. Yuan melemah 2,76% terhadap dolar AS di sepanjang 2024.
Baca Juga: Harga Properti Mahal, AS Menghadapi Krisis Tunawisma Terparah dalam Sejarah