Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - MUAN COUNTY, KOREA SELATAN. Kecelakaan udara paling mematikan dalam sejarah Korea Selatan terjadi pada hari Minggu (29/12), menewaskan 179 orang ketika sebuah pesawat Jeju Air mendarat darurat dan tergelincir keluar dari landasan pacu, meledak menjadi bola api saat menabrak tembok di Bandara Internasional Muan.
Penerbangan Jeju Air 7C2216 yang tiba dari Bangkok, Thailand, dengan 175 penumpang dan enam awak pesawat di dalamnya, berusaha mendarat sekitar pukul 9 pagi waktu setempat.
Kementerian Transportasi Korea Selatan menyatakan pesawat tersebut berusaha mendarat di bandara di bagian selatan negara itu. Dua awak pesawat berhasil selamat dan sedang dirawat akibat cedera.
Baca Juga: UPDATE: Setidaknya 174 Orang Tewas dalam Kecelakaan Jeju Air di Korea Selatan
Kecelakaan ini tercatat sebagai yang paling mematikan di tanah Korea Selatan dan juga yang terburuk yang melibatkan maskapai Korea Selatan dalam hampir tiga dekade, menurut kementerian transportasi.
Pesawat Boeing 737-800 ini tampak dalam video media lokal tergelincir di landasan pacu tanpa roda pendaratan yang terlihat, sebelum akhirnya menabrak peralatan navigasi dan tembok, meledak dalam ledakan api dan puing-puing.
"Kami hanya dapat mengenali sedikit bagian ekor pesawat, sementara sisanya hampir tidak bisa dikenali," kata Kepala Pemadam Kebakaran Muan, Lee Jung-hyun, dalam konferensi pers.
Dua awak pesawat, seorang pria dan seorang wanita, berhasil diselamatkan dari bagian ekor pesawat yang terbakar.
Mereka dibawa ke rumah sakit dengan cedera sedang hingga berat, kata kepala pusat kesehatan setempat.
Pihak berwenang melakukan pencarian di sekitar lokasi kecelakaan untuk mencari tubuh yang mungkin terlempar dari pesawat, kata Lee.
Baca Juga: Tragedi Jeju Air: Kecelakaan Pesawat Mematikan di Korsel, Hanya 2 yang Selamat
Penyelidik sedang memeriksa kemungkinan tabrakan dengan burung dan kondisi cuaca sebagai faktor yang memengaruhi kecelakaan tersebut.
Agen berita Yonhap melaporkan bahwa pihak bandara menyebutkan tabrakan dengan burung mungkin telah menyebabkan kerusakan pada roda pendaratan pesawat.
Kecelakaan ini adalah yang terburuk bagi maskapai Korea Selatan sejak kecelakaan Korean Air di Guam pada tahun 1997 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Kecelakaan terburuk sebelumnya di Korea Selatan terjadi pada kecelakaan pesawat Air China yang menewaskan 129 orang pada tahun 2002.
Para ahli menyatakan bahwa laporan tentang tabrakan dengan burung dan cara pesawat mencoba mendarat menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
"Tabrakan dengan burung bukanlah hal yang jarang, masalah dengan roda pendaratan pun sering terjadi, tetapi biasanya tidak menyebabkan pesawat hilang kendali," kata Geoffrey Thomas, editor Airline News.
Menurut aturan penerbangan internasional, Korea Selatan akan memimpin penyelidikan sipil atas kecelakaan tersebut dan secara otomatis melibatkan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat karena pesawat tersebut dirancang dan dibangun di AS.
Baca Juga: Korban Meninggal Kecelakaan Jeju Air 167 Orang, Bencana Penerbangan Terburuk Korsel
"Kata-Kata Terakhir Saya"
Beberapa jam setelah kecelakaan, keluarga korban berkumpul di area kedatangan bandara, beberapa menangis dan berpelukan, sementara sukarelawan Palang Merah memberikan selimut.
Banyak korban yang diyakini merupakan penduduk dari daerah sekitar yang baru saja kembali dari liburan.
Keluarga menangis dan berteriak saat seorang petugas medis mengumumkan nama-nama korban yang teridentifikasi melalui sidik jari. Beberapa anggota keluarga kemudian diminta untuk menulis informasi kontak mereka.
"Saudaraku yang lebih tua meninggal dan aku tidak tahu apa yang sedang terjadi," kata seorang kerabat yang berdiri di depan mikrofon, menanyakan informasi lebih lanjut dari pihak berwenang.
Baca Juga: Kecelakaan Jeju Air: Salah Satu Terburuk dalam Sejarah Penerbangan Korea Selatan
Seorang kerabat lainnya meminta jurnalis untuk tidak merekam gambar.
"Kami bukan monyet di kebun binatang," katanya.
"Kami adalah keluarga yang berduka."