Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Sektor manufaktur Amerika Serikat (AS) kembali mengalami kontraksi pada Maret setelah dua bulan berturut-turut mencatat pertumbuhan.
Sementara itu, indikator inflasi di tingkat produsen melonjak ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap tarif impor.
Institute for Supply Management (ISM) melaporkan pada Selasa (1/4) bahwa indeks PMI manufaktur turun menjadi 49,0 pada Maret dari 50,3 di Februari.
Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi dalam sektor manufaktur, yang menyumbang 10,2% dari ekonomi AS.
Baca Juga: Pabrik-Pabrik di Seluruh Dunia Bersiap Menghadapi Tarif Trump
Para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan PMI hanya akan turun ke 49,5.
Sektor manufaktur mulai pulih sejak awal tahun setelah mengalami resesi panjang akibat kenaikan suku bunga agresif oleh The Fed pada 2022 dan 2023 untuk menekan inflasi.
Namun, pemulihan yang baru mulai ini tampaknya terhenti akibat serangkaian tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.
Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari, Trump telah mengumumkan dan menunda tarif terhadap Kanada dan Meksiko dengan alasan keterlibatan mereka dalam membanjirkan AS dengan opioid fentanyl.
Ia juga memberlakukan tarif impor terhadap China dengan alasan serupa, mengenakan bea tinggi pada impor baja dan aluminium, serta menetapkan pajak 25% untuk mobil dan truk ringan impor.
Trump berencana mengumumkan tarif timbal balik global pada Rabu (2/4), yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan" (Liberation Day).
Menurutnya, tarif ini adalah alat untuk meningkatkan pendapatan guna menutupi pemotongan pajak yang dijanjikannya serta menghidupkan kembali industri AS yang telah lama mengalami penurunan.
Baca Juga: Wall Street Memerah Selasa (1/4), di Tengah Kekhawatiran Tarif Trump
Namun, para ekonom mengkritik kebijakan tarif ini sebagai pemicu inflasi dan berpotensi merugikan ekonomi. Sentimen bisnis dan konsumen telah merosot tajam.
Bank sentral AS menunda pemotongan suku bunga pada Januari sambil memantau dampak tarif terhadap aktivitas ekonomi.
Risiko Resesi Meningkat
Para ekonom di Goldman Sachs kini memperkirakan kemungkinan resesi dalam 12 bulan ke depan naik menjadi 35% dari sebelumnya 20%.
Hal ini mencerminkan penurunan tajam dalam kepercayaan bisnis dan konsumen, serta pernyataan dari pejabat Gedung Putih yang menunjukkan kesiapan mereka untuk menerima pelemahan ekonomi jangka pendek demi menjalankan kebijakan mereka.
Ekonom memperingatkan bahwa produsen domestik yang sangat bergantung pada bahan baku impor dapat mengalami gangguan besar dalam rantai pasokan.
Baca Juga: Tarif Trump Bayangi Kinerja Aset Risiko Tinggi
Indeks pesanan baru yang bersifat prediktif dalam survei ISM turun menjadi 45,2, angka terendah sejak Mei 2023, dari 48,6 pada Februari.
Produksi di pabrik juga mengalami penurunan. Indeks harga bahan baku yang dibayar oleh produsen melonjak menjadi 69,4, level tertinggi sejak Juni 2022, dari 62,4 pada Februari.
Kondisi ini menunjukkan bahwa inflasi barang dapat terus meningkat dan berkontribusi pada tekanan harga yang tinggi.
Indikator inflasi inti juga meningkat tajam pada Februari, mencatat kenaikan terbesar dalam 13 bulan terakhir.
Kinerja pengiriman dari pemasok tetap lambat bulan lalu. Indeks pengiriman pemasok dalam survei ISM turun sedikit menjadi 53,5 dari 54,5 pada Februari. Angka di atas 50 menandakan pengiriman yang lebih lambat.
Arus impor melambat secara signifikan, yang mengindikasikan penurunan dalam strategi percepatan impor bahan baku oleh bisnis yang berusaha menghindari kenaikan harga akibat tarif.
Baca Juga: Peringatan Bos BlackRock di Tengah Menguatnya Proteksionisme di Era Trump
Strategi ini sebelumnya berkontribusi pada kenaikan indeks PMI manufaktur dalam dua bulan sebelumnya.
Sektor manufaktur terus mengalami pengurangan tenaga kerja, dan tren ini bisa semakin cepat seiring mulai berlakunya tarif impor. Indeks ketenagakerjaan dalam survei ISM turun menjadi 44,7 dari 47,6 pada Februari.