Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LONDON/TOKYO. Aktivitas pabrik di berbagai negara, mulai dari Jepang, Inggris, hingga Amerika Serikat (AS), mengalami penurunan pada Maret seiring dengan persiapan bisnis menghadapi tarif baru dari AS.
Namun, beberapa sektor justru mengalami lonjakan dalam upaya mempercepat pengiriman barang sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, menurut survei global yang dirilis pada Selasa (1/4).
Presiden AS Donald Trump dijadwalkan mengumumkan usulan tarif baru pada Rabu (2/4) dalam apa yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan" (Liberation Day).
Baca Juga: Wall Street Memerah Selasa (1/4), di Tengah Kekhawatiran Tarif Trump
Sebelumnya, ia telah memberlakukan tarif atas aluminium, baja, serta otomotif, dan meningkatkan tarif untuk semua barang dari China.
Trump menegaskan bahwa tidak ada negara yang akan terbebas dari tarif ini, sebuah kebijakan yang dikhawatirkan akan menjadi pukulan terbaru bagi ekonomi global yang baru saja pulih dari pandemi COVID-19 dan masih dihantui oleh ketidakstabilan politik serta perang.
Aktivitas Pabrik di Asia dan AS Melemah
Di Asia, aktivitas manufaktur sebagian besar melemah pada Maret akibat prospek tarif yang semakin dekat serta permintaan global yang lemah, sebagaimana ditunjukkan dalam survei Indeks Manajer Pembelian (PMI) – indikator utama sentimen ekonomi.
Aktivitas pabrik di Jepang turun pada tingkat tercepat dalam satu tahun terakhir, sementara sektor manufaktur di Korea Selatan juga mengalami kontraksi yang lebih tajam. Taiwan pun mencatat penurunan dalam indikator yang sama.
Baca Juga: IMF Pandang Positif terhadap Rencana Deregulasi Aset Digital Pemerintahan Trump
Namun, China menjadi pengecualian, dengan aktivitas manufakturnya meningkat karena perusahaan-perusahaan berlomba untuk mengirimkan barang sebelum tarif AS mulai berlaku.
Di AS, sektor manufaktur yang sempat berkembang dalam dua bulan pertama tahun ini justru mengalami penyusutan pada Maret.
PMI manufaktur dari Institute for Supply Management (ISM) turun menjadi 49,0 dari 50,3 pada Februari.
Angka di bawah 50 menandakan kontraksi. Sub-indeks pesanan baru bahkan mencapai level terendah sejak Mei 2023.
Menurut Julian Evans-Pritchard, ekonom dari Capital Economics, hasil ini menunjukkan bahwa industri China mendapat keuntungan sementara dari percepatan ekspor sebelum tarif berlaku.
Namun, ia menambahkan, "Tak lama lagi, tarif AS akan berubah dari angin segar menjadi hambatan."
Baca Juga: Harga Emas Spot Cetak Rekor Tertinggi, Tarif Trump Dorong Daya Tarik Safe-Haven
Dampak di Eropa dan Inggris
Lonjakan produksi dalam menghadapi tarif juga disebut sebagai salah satu faktor di balik peningkatan output di sektor manufaktur Eropa, yang untuk pertama kalinya dalam dua tahun mencatat pertumbuhan.
Indeks PMI di zona euro yang mencakup 20 negara menunjukkan adanya pemulihan.
"Sebagian besar peningkatan ini kemungkinan berasal dari percepatan pemesanan barang ke AS sebelum tarif diberlakukan, yang berarti dampak negatifnya mungkin akan terlihat dalam beberapa bulan ke depan," ujar Cyrus de la Rubia, kepala ekonom di Hamburg Commercial Bank.
Jerman, sebagai ekonomi terbesar di Eropa, mencatat kenaikan produksi pertamanya dalam hampir dua tahun. Sementara itu, penurunan manufaktur di Prancis mulai mereda.
Namun, industri manufaktur di Inggris mengalami bulan yang sulit pada Maret, dengan pesanan baru anjlok akibat ancaman tarif serta kenaikan pajak yang akan datang, yang turut melemahkan optimisme bisnis.
Baca Juga: Tarif Trump Bayangi Kinerja Aset Risiko Tinggi
Pasar Keuangan Tetap Waspada
Meskipun investor tetap berhati-hati, pasar saham global mengalami kenaikan pada Selasa, mengikuti lonjakan di Wall Street pada malam sebelumnya. Harga emas bahkan mencapai rekor tertinggi.
Namun, beberapa indikator lain masih menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan ekspor Korea Selatan tumbuh lebih lambat dari perkiraan.
Sementara survei tankan Jepang mengungkapkan bahwa sentimen bisnis di kalangan produsen besar mencapai level terendah dalam satu tahun terakhir.