Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Produsen mainan global Mattel Inc., pembuat boneka Barbie, menarik proyeksi kinerja keuangan tahunannya dan berencana menaikkan harga jual produk di Amerika Serikat (AS) seiring melonjaknya biaya akibat tarif impor dalam perang dagang AS–China.
"Melihat kondisi makroekonomi yang volatil dan dinamika kebijakan tarif AS yang terus berubah, sulit memprediksi belanja konsumen dan penjualan Mattel di pasar AS hingga akhir tahun, termasuk musim liburan," ujar manajemen Mattel dalam pernyataan resminya, Senin (5/5).
Baca Juga: Barbie dan 6 Film Populer Bertema Fashion Khusus Untuk Para Perempuan
AS merupakan pasar utama Mattel, menyumbang sekitar 50% dari total penjualan global. Saat ini, sekitar 20% produk yang dijual di AS masih diimpor dari China.
Namun, perusahaan menyatakan akan mengurangi ketergantungan tersebut menjadi di bawah 15% pada 2026.
Tarif balasan yang saling diberlakukan antara AS dan China sejak Presiden Donald Trump menjabat kembali awal tahun ini telah menaikkan beban biaya perusahaan hingga lebih dari 100% untuk produk tertentu, dan mengguncang rantai pasok global.
“Tidak diragukan lagi bahwa tarif menciptakan disrupsi di industri mainan. Banyak perusahaan telah menghentikan produksi dan pengiriman ke AS akibat tarif dari China. Kami mendukung penuh advokasi Toy Association untuk menihilkan tarif pada produk mainan,” kata CEO Mattel Ynon Kreiz kepada Reuters.
Baca Juga: Trump Inginkan Kesepakatan Perdagangan yang Adil dengan China
Sebagai strategi adaptif, Mattel mempercepat diversifikasi rantai pasoknya. Salah satunya, perusahaan meningkatkan produksi permainan kartu UNO di India untuk memenuhi permintaan pasar AS dan mengalihkan pengiriman dari China ke pasar internasional.
Selain China, Mattel juga mengimpor produk dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand—negara-negara yang sempat terkena tarif balasan oleh pemerintahan Trump pada awal April, meski kebijakan itu ditangguhkan selama 90 hari.
Chief Financial Officer Mattel, Anthony DiSilvestro, memperkirakan perusahaan akan menanggung biaya tambahan sekitar US$270 juta akibat tarif mulai kuartal II-2025.
Namun, langkah efisiensi dan strategi mitigasi diyakini bisa menutup seluruh dampaknya. Mattel juga menargetkan penghematan biaya naik dari semula US$60 juta menjadi US$80 juta tahun ini.
"Kami juga akan mengurangi intensitas promosi demi mengendalikan biaya," ujar DiSilvestro dalam panggilan kinerja usai laporan keuangan.
Baca Juga: Trump Realisasikan Pembekuan Dana Hibah untuk Harvard
Analis senior Emarketer Zak Stambor menilai langkah Mattel wajar mengingat tekanan tarif yang sangat besar. “Produsen mainan ini berada tepat di garis tembak perang tarif Trump,” ujarnya.
Sebelumnya, Mattel menargetkan laba bersih per saham (EPS) tahun 2025 sebesar US$1,66–US$1,72 dan pertumbuhan penjualan tahunan 2%–3%. Namun, proyeksi tersebut kini ditarik.
Berbeda dengan Mattel, pesaingnya Hasbro tetap mempertahankan proyeksi kinerja tahunan pada April lalu.
Hasbro mendapat dukungan dari segmen permainan digital dan analog yang lebih kuat, meski separuh produknya juga bersumber dari China.
Di sisi lain, CEO Mattel menyebut awal kuartal II menunjukkan momentum positif dengan peningkatan permintaan.
Baca Juga: Merasa Kalah Saing, Trump Akan Kenakan Tarif 100% Atas Film Produksi Luar Amerika
Adapun pada kuartal I-2025, Mattel mencatat penjualan bersih sebesar US$827 juta, melampaui konsensus analis LSEG yang memperkirakan US$786 juta.
Perusahaan juga mencatat rugi bersih per saham yang lebih kecil dari ekspektasi, hanya 3 sen.
Mattel juga melakukan buyback saham senilai US$160 juta sepanjang kuartal pertama, dan tetap menargetkan pembelian kembali saham sebesar US$600 juta hingga 2025.