kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   16.000   0,85%
  • USD/IDR 16.220   -39,00   -0,24%
  • IDX 6.899   -29,13   -0,42%
  • KOMPAS100 1.004   -3,60   -0,36%
  • LQ45 768   -4,15   -0,54%
  • ISSI 227   -0,35   -0,15%
  • IDX30 396   -3,34   -0,84%
  • IDXHIDIV20 458   -4,20   -0,91%
  • IDX80 113   -0,40   -0,35%
  • IDXV30 113   -1,00   -0,88%
  • IDXQ30 128   -1,08   -0,84%

Melambung di tengah epidemik HIV/AIDS (2)


Jumat, 27 September 2019 / 17:55 WIB
Melambung di tengah epidemik HIV/AIDS (2)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tri Adi

Pada tahun 1984, Lim bersama istrinya kemudian mengejar gelar master di Universitas Negeri Sul Ross di Amerika Serikat. Lulus, sang istri ingin memiliki bisnis sendiri bersama suaminya. Lalu, muncul ide untuk memproduksi sarung tangan.

Dengan tekad bulat, Lim dan sang istri memutuskan merintis usahanya pada tahun 1991 dengan menginvestasikan seluruh tabungan yang sebesar RM 180.000. Dengan mempertaruhkan semua uang miliknya, tidak ada kata gagal dalam benak mereka.

Bukan tanpa alasan Lim berani mengambil risiko dengan mempertaruhkan seluruh tabungannya. Sebelum memutuskan untuk merintis bisnis itu, dia dan sang istri sudah terlebih dahulu menghabiskan banyak waktu melakukan penelitian mendalam.

Selain karena familiar dengan industri karet, Lim memutuskan merintis bisnis pembuatan sarung tangan karet karena dia melihat peluang bisnisnya memang besar kala itu. Kebutuhan akan sarung tangan untuk perawatan kesehatan meningkat di seluruh dunia. Selain itu, bisnis itu menurutnya relatif aman dari pengaruh ketidakpastian ekonomi dan politik.

Top Glove dimulai dengan satu pabrik, satu jalur produksi, dan 100 staf. Pabrik pertamanya dibeli dari salah satu dari banyak produsen sarung tangan yang gulung tikar saat itu. Di awal merintis, Lim harus berhadapan dengan banyak sekali kompetitor. Kala itu, ada sebanyak 250 produsen sarung tangan yang beroperasi di Malaysia yang sama-sama berebut pasar, termasuk untuk tujuan ekspor. Namun, Ia tak lantas menyerah.

Dewi fortuna kemudian menghampiri Lim. Permintaan sarung tangan meningkat drastis karena terjadi epidemik HIV/AIDS di dunia. Top Glove mendapat banyak order dari luar negeri, terutama AS yang menjadi importir terbesar sarung tangan karet asal Malaysia. Di sisi lain, sebagian kompetitornya mulai tersingkir karena tidak mampu memenuhi standar kualitas importir.

Top Glove terus berkembang dan membangun pabrik hingga ke luar Malaysia.

(Bersambung)




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×