Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Namun sebagai tanggapan, Dewan Urusan Daratan Taiwan mengatakan China tidak menggunakan salah satu saluran yang ada di antara keduanya untuk memberikan informasi tentang vaksinnya, dan menyiratkan bahwa Beijing berada di belakang kesulitan Taiwan dalam mendapatkan lebih banyak vaksin.
"Setiap kali epidemi internal Taiwan memanas, China mengkritik pemerintah kami karena menghalangi impor vaksin dari China daratan," katanya dalam pernyataan yang dikirim ke Reuters.
"Pihak lain tahu hambatan apa yang dihadapi Taiwan untuk mendapatkan vaksin - semua orang tahu itu. Tidak ada gunanya mengatakan apa-apa lagi," kata Dewan Urusan Daratan Taiwan.
Taiwan telah berulang kali mengatakan tidak mempercayai vaksin China, dan marah dengan apa yang dikatakannya sebagai upaya Beijing untuk menghalangi aksesnya ke WHO.
Baca Juga: Lama tak terlihat, kapal perang AS kembali melintasi Selat Taiwan
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan kepada Reuters bahwa kemitraan yang kuat pada COVID-19 antara Washington dan Taipei akan terus berlanjut. Dia menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat akan memberikan setidaknya 80 juta dosis di seluruh dunia pada akhir Juni, lebih banyak daripada China atau Rusia.
"Yang penting, vaksin kami tidak diberikan dengan pamrih," kata pejabat itu, tanpa memberikan rincian tentang berapa banyak dosis yang mungkin didapat Taiwan.
"Kami berbagi vaksin dengan dunia, dan memimpin dunia dalam strategi vaksin global karena itu hal yang benar untuk dilakukan," kata pejabat itu.
China, Rusia, dan Amerika Serikat telah berusaha untuk meningkatkan pengaruh geopolitik negara mereka melalui apa yang disebut diplomasi vaksin, meskipun pemerintah China telah berulang kali membantah bahwa mereka menggunakan vaksin untuk mendapatkan keuntungan diplomatik.
China memandang Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa sebagai kelompok separatis yang bertekad mendeklarasikan kemerdekaan pulau itu secara resmi.
Tsai mengatakan China tidak memiliki hak untuk berbicara atas nama Taiwan dan telah mengecamnya atas peningkatan aktivitas militer di dekat pulau itu selama setahun terakhir, yang terus berlanjut bahkan saat angka infeksi Covid-19 mengalami peningkatan.