Sumber: Arab News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TEHERAN. Militer Iran pada Minggu (14/2) berhasil menggelar uji coba rudal jarak pendek terbarunya. Rudal baru ini disebut mampu melesat dalan segala kondisi cuaca.
Kepada Islamic Republic News Agency (IRNA), Kepala Angkatan Darat Iran Jenderal Kioumars Heidari menjelaskan, jangkauan rudal itu mencapai 300 km atau 186 mil.
Secara khusus, Jendereal Heidari menyebutnya sebagai "rudal pintar" karena mampu bekerja dalam kondisi cuaca apapun. Namun, ia tidak menyebutkan, di mana lokasi uji coba dilakukan.
Tentara Nasional Iran saat ini mengendalikan rudal jarak pendek, sedangkan rudal dengan jarak yang lebih jauh di bawah kendali Garda Revolusi.
Rudal jarak jauh Iran mampu menempuh jarak hingga 2.000 km, cukup jauh untuk mencapai Israel dan musuh bebuyutannya, Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Diserang milisi Houthi, ini respon Arab Saudi
Berencana lakukan latihan militer dengan Rusia di Samudra Hindia
Setelah uji coba rudal pintar ini berlangsung, Wakil Kepala Angkatan Laut Laksamana Habibollah Sayyari mengatakan kepada IRNA, Iran dan Rusia akan mengadakan latihan Angkatan Laut bersama di bagian utara Samudera Hindia.
Meskipun belum menyebutkan waktunya, namun Sayyari memastikan latihan militer gabungan kedua negara akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Ia juga mengungkapkan, latihan itu bertujuan untuk memperkuat keamanan di wilayah tersebut. Ini juga akan menjadi latihan gabungan kedua bagi Iran dan Rusia sejak 2019 lalu. Saat itu, China juga ikut serta dalam latihan.
Baca Juga: AS & Arab Saudi gelar latihan militer gabungan, fokus untuk memerangi drone musuh
Sekarang, Iran semakin dekat dengan Rusia terutama setelah menerima sanksi berkelanjutan dari AS. Kunjungan perwakilan Angkatan Laut Rusia dan China ke Iran juga terlihat semakin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak Joe Biden menjabat sebagai Presiden AS, Iran juga semakin aktif melakukan latihan militer. Secara khusus, Iran berharap, AS bisa kembali masuk ke perjanjian nuklir setelah keluar di masa Donald Trump. Biden sendiri sejauh ini sudah menunjukkan isyarat untuk kembali bergabung.
Trump pada 2018 secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran. Melalui perjanjian tersebut, Iran sepakat untuk membatasi produksi uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Sejak AS keluar dari perjanjian, Iran kembali aktif melakukan produksi nuklir secara terbuka. Namun, sanksi ekonomi yang kembali berlaku jelas cukup menyulitkan pertumbuhan Iran.