Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak AS turun hampir 2% pada hari Kamis (31/5) waktu setempat. Harga patokan global Brent juga sedikit berubah, menyebabkan selisih keduanya menjadi yang terlebar dalam lebih dari tiga tahun.
Stok minyak mentah AS turun 3,6 juta barel pekan lalu, Administrasi Informasi Energi (EIA) mengatakan, melebihi ekspektasi penurunan yang hanya 525.000 barel.
Prospek bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan sepakat menambah pasokan pada akhir tahun ini lebih berpengaruh terhadap minyak AS yang sedang terkendala infrastruktur.
"Pasar mengkhawatirkan prospek jangka panjang peningkatan produksi minyak dikombinasikan dengan masalah kilang dan kapasitas pipa yang terbatas," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Produksi minyak mentah AS telah meningkat hingga mencatat tingkat tinggi sejak akhir tahun lalu. Pada bulan Maret, produksi mereka melonjak 215.000 barel per hari (bph) menjadi 10,47 juta bpd, EIA mengatakan pada hari Kamis.
Harga minyak mentah Brent berjangka pengiriman Agustus berakhir turun 14 sen menjadi US$ 77,56 per barel, sementara harga US West Texas Intermediate berjangka pengiriman Juli turun 1,17 dolar AS ke US$ 67,04 per barel.
Pada satu titik, selisih harga premi Brent dan WTI sempat melampaui US$ 11 per barel. Ini merupakan selisih harga terbesar sejak Maret 2015. Pelebaran selisih ini berlipat ganda dalam waktu kurang dari sebulan karena kurangnya kapasitas pipa di Amerika Serikat telah menjebak banyak produksi di daratan.
Namun demikian premi harga Brent yang lebih melebar membuat ekspor minyak mentah AS lebih kompetitif daripada minyak produksi Laut Utara atau Afrika Barat.
Harga Brent sendiri telah mencapai titik terendah dalam tiga minggu hingga di bawah US$ 75 per barel pada Senin setelah OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, mengindikasikan dapat menyesuaikan kesepakatan mereka untuk membatasi pasokan dan meningkatkan produksi.
Sekadar catatan, sejak tahun lalu OPEC dan non-OPEC telah berkomitmen memangkas produksi sebesar 1,8 juta bph hingga akhir 2018.
Namun, seorang sumber Teluk yang akrab dengan pemikiran Saudi mengatakan kepada Reuters Rabu malam, mengatakan mereka hendak melakukan penyesuaian pasokan itu secara bertahap. Sumber-sumber Reuters juga mengatakan bahwa Saudi Arabia dan Rusia sedang membahas peningkatan produksi sekitar 1 juta bph.
Berita itu langsung membantu meningkatkan kembali harga Brent karena seolah menunjukkan kurangnya komitmen mereka untuk menambahkan pasokan barel ke pasar.