Sumber: AFP | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Wawancara Lavrov ini juga menjadi kemunculan publik pertamanya setelah hampir dua minggu menghilang, yang memicu spekulasi di media bahwa ia mungkin berselisih dengan Presiden Putin—isu yang telah dibantah berulang kali oleh Kremlin.
Laporan media menyebutkan bahwa rencana pertemuan puncak Putin–Trump di Budapest dibatalkan setelah Lavrov disebut bersitegang dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.
Namun, Lavrov membantah kabar itu: “Kami berbicara dengan baik, sopan, dan tanpa ketegangan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sejak percakapan tersebut, tidak ada langkah lanjutan dari pihak Amerika, meski Washington awalnya yang mengusulkan pertemuan itu.
Trump membatalkan rencana tersebut dan menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia, dengan alasan Putin tidak serius mengakhiri konflik di Ukraina.
Lavrov menegaskan bahwa isu ketegangan nuklir tidak ada kaitannya dengan pembatalan pertemuan di Budapest.
Tonton: Provokasi Trump Bikin Rusia Rencanakan Uji Coba Senjata Nuklir
“Saya tidak akan mencampuradukkan topik uji coba nuklir dengan rencana pertemuan itu,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa Moskow masih terbuka untuk kemungkinan pertemuan antara Putin dan Trump di masa depan.
Kesimpulan
Rusia mencoba meredakan ketegangan dengan menawarkan dialog langsung kepada Amerika Serikat terkait tuduhan uji coba nuklir rahasia. Langkah ini menunjukkan bahwa Moskow berupaya menjaga stabilitas hubungan strategis di tengah meningkatnya ketegangan militer dan diplomatik antara dua negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia. Namun, di balik diplomasi itu, kecurigaan, sanksi, dan isu Ukraina tetap menjadi hambatan besar bagi pemulihan hubungan bilateral.













