Sumber: AFP | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Rusia pada Selasa (11/11/2025) menawarkan untuk berdiskusi dengan Amerika Serikat terkait tuduhan dari Washington bahwa Moskow telah melakukan uji coba nuklir rahasia di bawah tanah. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk meredakan ketegangan antara dua kekuatan nuklir terbesar di dunia.
Dalam beberapa pekan terakhir, Rusia memang telah menguji sistem senjata bertenaga nuklir dan berkemampuan nuklir, namun menolak keras tuduhan Presiden AS Donald Trump yang menuding Moskow diam-diam telah meledakkan perangkat nuklir.
Mengutip AFP, bulan lalu, Trump menimbulkan kehebohan dan kebingungan setelah mengatakan bahwa ia telah memerintahkan AS untuk melakukan uji coba senjata atom sebagai bentuk balasan terhadap latihan militer Rusia dan China—tuduhan yang langsung dibantah oleh kedua negara tersebut.
Sejak tahun 1990-an, Rusia, AS, dan China tidak pernah menguji ledakan nuklir secara terbuka, meski ketiganya telah menandatangani Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT), perjanjian internasional yang melarang seluruh bentuk uji coba senjata nuklir, baik untuk tujuan militer maupun sipil. Namun, ketiganya belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Rusia Siap Buka Pembicaraan
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyatakan bahwa Moskow siap berdialog dengan Washington mengenai kekhawatiran tersebut.
“Kami siap membahas dugaan yang diajukan oleh rekan-rekan Amerika kami tentang kemungkinan bahwa kami diam-diam melakukan sesuatu di bawah tanah,” ujar Lavrov dalam wawancara televisi dengan media pemerintah Rusia.
Baca Juga: Sesuai Perintah Putin, Rusia Tengah Siapkan Proposal Uji Coba Nuklir
Sebelumnya, Trump menuding Rusia dan China melakukan uji coba nuklir rahasia dalam wawancara dengan CBS News, setelah ia secara mendadak membatalkan rencana pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin terkait krisis Ukraina.
Lavrov menegaskan bahwa Rusia rutin menguji sistem pengiriman senjata (delivery systems) seperti peluncur dan rudal, tetapi tidak pernah melakukan uji coba senjata nuklir tanpa pemberitahuan.
Menurut Lavrov, AS bisa memverifikasi tuduhan tersebut melalui sistem pemantauan seismik global, yang bisa mendeteksi ledakan bawah tanah.
“Uji coba lain seperti subkritis (yang tidak menimbulkan reaksi berantai nuklir) atau uji peluncur tidak pernah dilarang,” tambahnya.
Namun sejauh ini, Rusia mengaku belum menerima penjelasan detail dari pihak AS mengenai tuduhan itu.
“Hingga kini belum ada klarifikasi apa pun dari pihak Amerika,” ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan dalam konferensi pers via telepon.
Baca Juga: AS Sanksi Bankir yang Diduga Danai Program Nuklir Korea Utara
Menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Rusia dan AS menguasai gabungan sekitar 8.000 hulu ledak nuklir aktif dan cadangan, atau sekitar 85% dari total hulu ledak nuklir di dunia.
Isu Retaknya Hubungan Lavrov–Putin
Wawancara Lavrov ini juga menjadi kemunculan publik pertamanya setelah hampir dua minggu menghilang, yang memicu spekulasi di media bahwa ia mungkin berselisih dengan Presiden Putin—isu yang telah dibantah berulang kali oleh Kremlin.
Laporan media menyebutkan bahwa rencana pertemuan puncak Putin–Trump di Budapest dibatalkan setelah Lavrov disebut bersitegang dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.
Namun, Lavrov membantah kabar itu: “Kami berbicara dengan baik, sopan, dan tanpa ketegangan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sejak percakapan tersebut, tidak ada langkah lanjutan dari pihak Amerika, meski Washington awalnya yang mengusulkan pertemuan itu.
Trump membatalkan rencana tersebut dan menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia, dengan alasan Putin tidak serius mengakhiri konflik di Ukraina.
Lavrov menegaskan bahwa isu ketegangan nuklir tidak ada kaitannya dengan pembatalan pertemuan di Budapest.
Tonton: Provokasi Trump Bikin Rusia Rencanakan Uji Coba Senjata Nuklir
“Saya tidak akan mencampuradukkan topik uji coba nuklir dengan rencana pertemuan itu,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa Moskow masih terbuka untuk kemungkinan pertemuan antara Putin dan Trump di masa depan.
Kesimpulan
Rusia mencoba meredakan ketegangan dengan menawarkan dialog langsung kepada Amerika Serikat terkait tuduhan uji coba nuklir rahasia. Langkah ini menunjukkan bahwa Moskow berupaya menjaga stabilitas hubungan strategis di tengah meningkatnya ketegangan militer dan diplomatik antara dua negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia. Namun, di balik diplomasi itu, kecurigaan, sanksi, dan isu Ukraina tetap menjadi hambatan besar bagi pemulihan hubungan bilateral.













