Sumber: AP News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, pada hari Kamis (27/4) mengungkapkan bahwa NATO dan negara mitra Ukraina telah mengirimkan lebih dari 98% kendaraan perang yang dijanjikan untuk membantu negara itu mempertahankan diri dari invasi Rusia.
Stoltenberg merinci, aliansi pendukung Ukraina hingga saat ini telah mengirim lebih dari 1.550 kendaraan lapis baja, 230 tank, serta peralatan tempur lainnya.
Para negara pendukung Ukraina juga telah mengirim amunisi dalam jumlah besar dan memberikan pelatihan serta dukungan kepada lebih dari sembilan brigade militer Ukraina baru yang diperkirakan berisi lebih dari 30.000 tentara.
Baca Juga: NATO Terbelah Gara-Gara Wacana Keanggotaan Ukraina
"Ini akan menempatkan Ukraina pada posisi yang kuat untuk terus berusaha merebut kembali wilayah yang diduduki (Rusia)," kata Stoltenberg, seperti dikutip AP News.
Stoltenberg mengatakan, 31 anggota NATO berkomitmen untuk mendukung militer Ukraina. Menurutnya, mengambil kembali tanah yang diduduki pasukan Rusia akan memberi Ukraina posisi negosiasi yang lebih kuat jika pembicaraan damai terjadi.
Hingga saat ini kondisi pertempuran di Ukraina cenderung statis. Ukraina masih berusaha bertahan, sementara pasukan Rusia terus membombardir wilayah Ukraina. Beberapa serangan bahkan mengenai gedung apartemen dan infrastruktur sipil lainnya.
Laporan terbaru dari NATO tersebut muncul sehari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dia dan Presiden China Xi Jinping telah mengadakan pembicaraan via telepon. Itu merupakan kontak pertama mereka yang diketahui sejak invasi Rusia dimulai awal tahun lalu.
Baca Juga: Ukraina Tolak Tawaran Iran untuk Jadi Mediator Pembicaraan Damai dengan Rusia
Zelenskyy dikabarkan menyambut baik pendekatan Xi dalam mengupayakan perdamaian. Namun, kubu Barat curiga langkah China tidak akan meningkatkan prospek perdamaian.
Untuk saat ini Ukraina dan Rusia memang masih jauh dari kata damai. Pihak Kyiv hanya mau memulai pembicaraan damai jika Moskow memulangkan semua pasukannya dan menghentikan operasi militer mereka.
Beijing yang cenderung dekat dengan Rusia dianggap tidak akan mampu bersikap netral jika berperan sebagai mediator. Apalagi, hingga saat ini Beijing masih enggan mengkritik invasi Rusia ke Ukraina.