Reporter: Mona Tobing | Editor: Dupla Kartini
BEIJING. Merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan asal China diprediksi bakal lebih ramai. Dalam 10 tahun mendatang diperkirakan aksi korporasi baik dalam pembelian perusahaan maupun investasi oleh pengusaha China naik 70%.
Riset Linklaters LLP, firma hukum asal Inggris menyebutkan, perusahaan China akan mengeluarkan biaya hingga US$ 1,5 triliun untuk berinvestasi di dalam maupun luar negeri. Nilai tersebut meningkat tajam dari 10 tahun terakhir. Di periode itu perusahaan asal China menghabiskan US$ 880 miliar untuk pembelian aset di sejumlah negara.
Linklaters menyebut tingginya minat investasi karena pemerintah China mendorong agar perusahaan China berinvestasi di sejumlah sektor seperti manufaktur, teknologi dan perdagangan internasional. Langkah ini dilakukan untuk menjaga arus transaksi perusahaan.
HNA Group Co, perusahaan yang bergerak di sektor penerbangan dan pelayaran, real estate, jasa keuangan, pariwisata dan logistik menjadi salah satu perusahaan yang mencetak nilai transaksi jumbo di luar negeri. Aksi korporasi dan merger yang dilakukan HNA Group turut didukung oleh sejumlah bank besar di China.
Belakangan HNA Group memang mengerem ekspansi karena pengawasan Pemerintah China yang makin ketat dalam menjaga stabilitas pertumbuhan ekonominya. Namun HNA Group disebut akan kembali berinvestasi di luar negeri dengan posisi finansial lebih kuat serta komitmen kredit yang belum dimanfaatkan.
"Meskipun pengawasan lebih ketat dari regulator dan bank China atas sejumlah transaksi. Kami memperkirakan China tetap terbuka untuk bisnis ke luar," tulis Linklaters dalam laporan yang dikutip Bloomberg.
Terkendala nasionalisme
Meski memiliki uang banyak untuk melakukan akuisisi namun rencana akuisisi belum tentu berjalan mulus. Keberhasilan China mencaplok perusahaan dan berinvestasi di luar negeri tergantung pada kemampuan dalam mengatasi kekhawatiran di sejumlah negara yang dituju. Hal ini terkait tentang keamanan dan kepentingan nasional negara.
Amerika Serikat (AS) misalnya melarang tawaran bisnis sektor infrastruktur dan teknologi dari China. Alasannya karena keamanan ekonomi nasional mereka. Komite Penanaman Modal Asing AS bahkan menghentikan usaha perusahaan China yakni GO Scale Capital yang membeli Royal Philips NV, Lumileds senilai $ 2,8 miliar.
Aixtron SE, pembuat peralatan semikonduktor Jerman yang berencana menjual sahamnya ke China terpaksa mundur, setelah Pemerintah AS menentang kesepakatan tersebut.
Sejumlah pihak menilai merger dan akuisisi dari China sebagai ancaman karena tanpa disadari membawa ke sistem ekonomi China. Namun Linklaters menilai jika investasi China diblokir, pengusaha dengan mudah mendapatkan yurisdiksi lain.