Sumber: The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, Covid-19 tampaknya akan berkembang menjadi penyakit musiman.
Melansir The Straits Times yang mengutip AFP, lebih dari setahun setelah novel coronavirus pertama kali muncul di China, sejumlah misteri masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.
Dalam laporan pertamanya, tim ahli PBB yang ditugaskan mencoba menjelaskan salah satu misteri tersebut dengan memeriksa potensi pengaruh meteorologi dan kualitas udara pada penyebaran Covid-19. Hasilnya, PBB menemukan beberapa indikasi penyakit tersebut akan berkembang menjadi ancaman musiman.
Tim beranggotakan 16 orang yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia PBB menunjukkan bahwa infeksi virus pernapasan seringkali bersifat musiman, khususnya puncak musim gugur-musim dingin untuk influenza menyebabkan virus corona pada iklim sedang.
Baca Juga: Laporan yang paling ditunggu-tunggu dari misi WHO ke Wuhan terbit pekan ini?
"Hal ini telah memicu prediksi bahwa, jika terus berlanjut selama bertahun-tahun, Covid-19 akan terbukti menjadi penyakit musiman yang kuat," katanya dalam sebuah pernyataan.
Studi pemodelan mengantisipasi bahwa penularan Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, dapat menjadi musiman seiring waktu.
"Akan tetapi, dinamika penularan Covid-19 sejauh ini tampaknya dipengaruhi terutama oleh intervensi pemerintah seperti mandat masker dan pembatasan perjalanan, daripada cuaca," jelas tim PBB.
Baca Juga: Peneliti WHO sarankan cari sumber virus corona di seluruh dunia
Oleh karena itu, tim tugas bersikeras bahwa cuaca dan kondisi iklim saja tidak boleh menjadi pemicu untuk melonggarkan pembatasan anti-Covid.
"Pada tahap ini, bukti tidak mendukung penggunaan faktor meteorologi dan kualitas udara sebagai dasar bagi pemerintah untuk melonggarkan intervensi mereka yang bertujuan untuk mengurangi transmisi," kata ketua tim tugas Ben Zaitchik dari departemen ilmu bumi dan planet di The John Hopkins University di Amerika Serikat.
Dia menunjukkan, selama tahun pertama pandemi, infeksi di beberapa tempat meningkat pada musim panas. Dan tidak ada bukti bahwa hal ini tidak dapat terjadi lagi di tahun mendatang.
Para ahli, yang hanya berfokus pada meteorologi luar ruangan dan kondisi kualitas udara dalam laporan tersebut, mengatakan penelitian laboratorium telah memberikan beberapa bukti bahwa virus tersebut bertahan lebih lama dalam cuaca dingin dan kering dan ketika ada radiasi ultraviolet yang rendah.
Tetapi masih belum jelas apakah pengaruh meteorologi memiliki pengaruh yang berarti pada tingkat penularan dalam kondisi dunia nyata.