Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Google memiliki kewajiban moral untuk menghentikan lagu protes demokrasi yang muncul di hasil pencarian, kata pemimpin Hong Kong pada Selasa (13 Desember), ketika pertikaian tentang lagu kebangsaan China meluas hingga menyertakan raksasa teknologi itu.
Pejabat Hong Kong dibuat marah oleh serangkaian kesalahan di acara olahraga internasional dalam beberapa pekan terakhir ketika lagu protes dimainkan alih-alih lagu kebangsaan China untuk para atlet kota itu.
Kemarahan mereka semakin terfokus pada Google setelah muncul lagu protes "Glory to Hong Kong" yang secara rutin muncul di bagian atas halaman saat orang mencari lagu kebangsaan Hong Kong.
Baca Juga: Kebijakan Xi Jinping Ini Bikin Warga Ramai-ramai Ingin Hengkang dari China
Pemimpin Hong Kong John Lee mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa Google harus memastikan lagu kebangsaan China muncul di bagian atas halaman pencarian.
"Jika ada perusahaan yang bertanggung jawab, itu memiliki kewajiban moral," katanya.
"Ada cara untuk melakukannya," tambah Lee.
Komentar Lee muncul sehari setelah kepala keamanan Hong Kong Chris Tang mengatakan Google telah menolak untuk mengubah hasil pencarian, sesuatu yang dia sebut sebagai masalah "penyesalan besar".
Menurut Tang, mantan kepala polisi, Google mengatakan hasil mesin pencarinya diatur oleh algoritme, bukan input manusia. Baik Tang maupun Lee membantah bahwa Google bersedia mengubah hasil pencarian untuk mematuhi undang-undang setempat, termasuk undang-undang privasi di Uni Eropa.
Lee mengatakan pemerintahannya akan menghubungi Google lagi untuk menindaklanjuti masalah tersebut.
Baca Juga: China Dongkrak Industri Chip Domestik, Dana US$ 143 Miliar Siap Digelontorkan
Google belum menanggapi permintaan komentar.
Lagu kebangsaan China adalah "March of the Volunteers", sebuah lagu membangkitkan semangat yang lahir dari perjuangan Partai Komunis untuk membebaskan negara dari pendudukan Jepang.
"Glory to Hong Kong" ditulis selama protes besar yang melanda Hong Kong pada 2019 dan menjadi sangat populer di kota itu.
Sekarang semuanya ilegal untuk menyanyikan lagu atau memainkan melodinya di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan untuk menghancurkan protes tersebut.