kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemimpin Junta Myanmar Kunjungi Moskow, Bidik Penguatan Kerjasama Pertahanan


Rabu, 13 Juli 2022 / 14:13 WIB
Pemimpin Junta Myanmar Kunjungi Moskow, Bidik Penguatan Kerjasama Pertahanan
ILUSTRASI. Kepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing pada Senin (11/7) terbang ke Moskow untuk bertemu perwakilan Kementerian Pertahanan Rusia. Kedua negara siap memperkuat kerjasama pertahanan.

Kementerian Pertahanan Rusia dalam pernyataannya pada Selasa (13/7) mengatakan, Jenderal Min berada di Rusia untuk kunjungan pribadi.

"Pertemuan itu menegaskan disposisi bersama untuk secara konsisten membangun kerjasama multifaset antara departemen militer kedua negara," tulis Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dikutip Reuters.

Dalam laporannya, Kementerian Pertahanan Rusia juga menegaskan kembali bahwa Rusia dan Myanmar akan memperdalam kerjasama teknologi di bidang militer.

Baca Juga: Ekonomi Laos dan Myanmar di Ambang Kebangkrutan

Ini juga menjadi kedua kalinya Myanmar mengumumkan kunjungan Jenderal Min ke Rusia sejak ia mengambil alih kekuasaan dalam kudeta Februari 2021.

Rusia sampai saat ini jadi salah satu negara yang memberikan dukungan kepada militer yang berkuasa di Myanmar sejak kudeta awal tahun lalu.

Kunjungan sang jenderal kali ini sepertinya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Myanmar masih memiliki hubungan dekat dengan kekuatan besar seperti Rusia, di tengah banyaknya boikot dari komunitas global.

Baca Juga: Presiden Belarusia: Negara Barat Membawa Dunia Lebih Dekat ke Ambang Perang Besar

Rusia bahkan disebut telah mengirim senjata ke militer Myanmar untuk memperkuat kekuasaannya. 

"Rusia telah memasok junta dengan drone, dua jenis jet tempur, dan dua jenis kendaraan lapis baja, satu dengan sistem pertahanan udara," kata pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar Thomas Andrews, Februari lalu.

Gelombang unjuk rasa pro-demokrasi terus muncul dan selalu berakhir dengan bentrokan berdarah dengan aparat militer. Pengamat PBB mengatakan, militer Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan kejahatan terhadap kemanusiaan.




TERBARU

[X]
×