Sumber: Fox Business | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China resmi mencabut tarif 125% atas impor etana dari Amerika Serikat pada hari Selasa, sebuah langkah mengejutkan yang menandai pergeseran strategis dalam perang dagang yang sedang berlangsung antara kedua negara.
Keputusan ini memberikan sinyal bahwa Beijing tengah menyeimbangkan kebutuhan industri domestik dengan tekanan eksternal dari kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Dinamika Tarif: Dari Pembalasan Hingga Pelonggaran
Tarif tinggi atas etana dari AS semula diberlakukan awal bulan ini sebagai respons terhadap kampanye tarif “Hari Pembebasan” yang diumumkan oleh Trump pada 2 April. Dalam kampanye tersebut, AS secara agresif menaikkan tarif terhadap berbagai produk impor dari Tiongkok hingga 145%.
Sebagai balasan, Beijing menaikkan tarif atas sejumlah produk asal AS, termasuk etana, hingga 125%. Namun hanya beberapa minggu berselang, pemerintah Tiongkok memberikan pembebasan tarif kepada komoditas penting, termasuk farmasi, mikrochip, mesin pesawat, dan kini etana, menandakan fleksibilitas taktis di tengah ketegangan dagang.
Baca Juga: Tarif Otomotif Trump: Solusi Setengah Hati yang Bikin Industri Semakin Terpuruk
Ketergantungan Industri Petrokimia Cina terhadap Etana AS
Menurut U.S. Energy Information Administration, sekitar 50% ekspor etana AS setiap tahun ditujukan ke Cina, menjadikan negara tersebut pasar utama bagi produsen Amerika.
Sejumlah perusahaan kimia besar di Cina bergantung pada pasokan etana dari AS, antara lain:
-
Satellite Chemical
-
SP Chemicals
-
Sinopec
-
Sanjiang Fine Chemical
-
Wanhua Chemical Group
Sementara itu, eksportir utama dari AS meliputi:
-
Enterprise Products Partners
-
Energy Transfer
Etana merupakan bahan baku utama dalam produksi etilena, yang digunakan dalam pembuatan plastik, resin, dan berbagai produk kimia lainnya. Ketergantungan pada etana AS mencerminkan keterbatasan pasokan domestik Cina dan pentingnya menjaga stabilitas produksi industri petrokimia dalam negeri.
Baca Juga: Baru Terpilih, PM Kanada Langsung Serang Trump dengan Sindiran Pedas!
Tekanan Ekonomi dan Ancaman Kehilangan Jutaan Lapangan Kerja
Dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Selasa pagi, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa kebijakan tarif Trump memberikan tekanan besar terhadap perekonomian Tiongkok.
"Saya melihat angka-angka besar dalam beberapa hari terakhir. Jika tarif ini tetap berlaku, Cina bisa kehilangan hingga 10 juta pekerjaan," kata Bessent. "Bahkan jika sebagian tarif dicabut, mereka masih berpotensi kehilangan 5 juta pekerjaan."
Bessent juga menyoroti ketidakseimbangan perdagangan antara AS dan Cina:
"Mereka menjual hampir lima kali lebih banyak barang ke kita dibandingkan yang kita jual ke mereka. Jadi tekanan ada pada mereka."
Langkah Strategis: Cina Berikan Pembebasan Tarif Bertarget
Kebijakan terbaru Beijing menunjukkan upaya meredam dampak ekonomi internal dari perang tarif dengan memilih pembebasan selektif atas barang-barang vital. Pekan lalu, Cina mulai meminta perusahaan-perusahaan domestik untuk mengidentifikasi komoditas penting yang perlu dibebaskan dari tarif tinggi.
Langkah ini sejalan dengan tujuan utama Tiongkok: menjaga stabilitas industri dan mencegah gangguan rantai pasok yang bisa berujung pada kenaikan harga, penurunan produksi, dan pengangguran.
Baca Juga: Trump Ngamuk! Setelah Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerjanya Anjlok
Amerika Kembali Lirik Asia
Sementara itu, di sisi diplomatik, Bessent juga mengisyaratkan peluang tercapainya kesepakatan perdagangan baru dengan India, serta negara-negara Asia lainnya.
"India sangat terbuka untuk negosiasi. Wakil Presiden Vance berada di India minggu lalu dan kemajuan dengan Perdana Menteri Modi cukup positif," ujarnya.
"Saya kira pengumuman resmi bisa segera terjadi," tambahnya.
Langkah ini mencerminkan strategi diversifikasi pasar ekspor AS di tengah hubungan yang semakin kompleks dengan Tiongkok.