Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/DETROIT. Kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi sorotan setelah ia menandatangani dua perintah eksekutif untuk meredam dampak tarif otomotif yang baru.
Langkah ini diumumkan menjelang hari ke-100 masa jabatan keduanya, saat kritik terhadap pengelolaan ekonominya semakin tajam, dan ketidakpastian pasar mencapai titik kritis. Artikel ini menyajikan analisis komprehensif mengenai implikasi kebijakan tersebut terhadap industri otomotif domestik dan global, serta ekonomi makro Amerika Serikat.
Tarif Otomotif Trump: Penyesuaian Strategis di Tengah Gejolak
Dalam upaya mengurangi tekanan terhadap industri otomotif AS, Trump mengumumkan bahwa produsen mobil akan diberi waktu dua tahun untuk meningkatkan kandungan komponen domestik dalam kendaraan yang dirakit di dalam negeri.
Baca Juga: Baru Terpilih, PM Kanada Langsung Serang Trump dengan Sindiran Pedas!
Selain itu, mereka diperbolehkan untuk mengimbangi tarif atas suku cadang impor senilai:
-
3,75% dari MSRP kendaraan yang diproduksi di AS hingga April 2026
-
2,5% dari total produksi domestik hingga 30 April 2027
Kebijakan ini menyusul penerapan tarif 25% atas suku cadang dan kendaraan impor, yang sebelumnya dikhawatirkan akan menghancurkan jaringan produksi otomotif Amerika Utara yang sangat terintegrasi antara AS, Kanada, dan Meksiko.
Respons Industri: Dukungan Tertahan dan Seruan untuk Kepastian
Kelompok Autos Drive America, yang mewakili produsen asing seperti Toyota, Volkswagen, dan Hyundai, menyambut baik kelonggaran ini namun menegaskan bahwa langkah ini belum cukup untuk menghidupkan kembali industri otomotif AS secara menyeluruh.
“Ini adalah langkah awal, tetapi yang dibutuhkan industri adalah kepastian, bukan ketidakpastian yang berkepanjangan,” kata Candace Laing, Presiden Kamar Dagang Kanada
Bagi banyak produsen, ketidakpastian yang disebabkan oleh kebijakan tarif Trump telah memperlambat perencanaan jangka panjang, menghambat investasi, dan menekan rantai pasok lintas negara.
Baca Juga: Amerika Serikat Kurangi Tarif Impor Suku Cadang
Efek Samping Ekonomi: Inflasi, PHK, dan Kegelisahan Pasar
Ketidakpastian akibat tarif juga berimbas besar pada kondisi makroekonomi:
-
General Motors (GM) menarik proyeksi tahunan.
-
UPS mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 20.000 karyawan.
-
Kraft Heinz dan Electrolux menyebut tarif sebagai hambatan utama operasional mereka.
Data terkini menunjukkan bahwa sekitar 40 perusahaan global telah menurunkan atau menarik panduan keuangan mereka pada dua minggu pertama musim laporan keuangan Q1 2025.
"Setiap prediksi tentang tarif ternyata salah total," ujar Yannick Fierling, CEO Electrolux.
Tanggapan Pasar: Optimisme Moderat Namun Rawan Guncangan
Meskipun kebijakan baru membawa kelegaan sementara, pasar saham tetap rapuh. Indeks S&P 500 mencatat kenaikan 0,6%, memperpanjang tren positif enam hari berturut-turut, tertolong oleh optimisme atas potensi kesepakatan dagang bilateral.
Namun, Reuters/Ipsos melaporkan bahwa tingkat persetujuan Trump dalam bidang ekonomi merosot ke 36%, angka terendah sepanjang masa jabatan keduanya maupun periode 2017–2021.
Departemen Perdagangan AS akan merilis laporan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama pada Rabu, dengan proyeksi pertumbuhan hanya 0,3% (tahunan) — anjlok dari 2,4% pada Q4 2024. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan impor yang terjadi akibat upaya perusahaan untuk mendahului penerapan tarif baru.
Baca Juga: Trump Ngamuk! Setelah Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Kinerjanya Anjlok
Kesepakatan Dagang Baru: Awal dari Peluang atau Sekadar Penunda Masalah?
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengklaim telah menyelesaikan satu kesepakatan dagang bilateral yang akan mengurangi tarif timbal balik Trump. Meskipun negara yang dimaksud belum diumumkan secara resmi, Trump menyatakan optimisme terhadap India sebagai mitra dagang potensial.
"India tampaknya bergerak ke arah yang benar. Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan," kata Donald Trump
Trump menargetkan penandatanganan 90 kesepakatan dagang bilateral dalam 90 hari, selama masa jeda penerapan tarif timbal balik. Tujuan utamanya adalah mengurangi defisit perdagangan barang AS, yang melonjak ke rekor tertinggi pada bulan Maret karena lonjakan impor menjelang tarif.