Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya sadar diri. Pemerintah AS pada Selasa (29/4) mengumumkan rencana mengurangi tarif otomotif.
Ini demi meringankan beban bea masuk atas suku cadang yang digunakan dalam mobil produksi dalam negeri dan mencegah tarif berganda atas kendaraan impor.
"Presiden Trump sedang membangun kemitraan penting dengan produsen otomotif dalam negeri dan para pekerja Amerika yang hebat," kata Howard Lutnick, Menteri Perdagangan AS, dalam pernyataan resmi dari Gedung Putih, dikutip Reuters.
Baca Juga: Efek Tarif Trump: Korporasi Global Tekor, PHK & Revisi Proyeksi
Menurut Lutnick, kesepakatan ini adalah kemenangan besar bagi kebijakan perdagangan AS, dengan memberi insentif bagi perusahaan yang memproduksi secara domestik. AS juga memberi waktu bagi produsen yang telah menunjukkan komitmen untuk berinvestasi dan memperluas produksi di Amerika.
Menurut laporan Wall Street Journal, kebijakan baru ini berarti produsen mobil tidak akan dibebani lagi bea tambahan lain, seperti tarif atas baja dan aluminium. Bahkan, pengembalian (reimbursements) akan diberikan atas tarif yang sudah dibayarkan sebelumnya.
Pejabat Gedung Putih menyatakan, kebijakan tersebut bertepatan dengan kunjungan Trump ke Michigan. Ini adalah perjalanan dalam rangka memperingati 100 hari pertama masa kepresidenannya.
Kurangi dampak tarif
Sejumlah produsen mobil menyambut baik langkah ini. "Kami percaya kepemimpinan Presiden menciptakan persaingan yang lebih adil bagi perusahaan seperti GM dan memungkinkan kami berinvestasi lebih besar dalam perekonomian AS," kata CEO GM Mary Barra.
Baca Juga: 100 Hari Pemerintahan Trump: Pasar Keuangan Amerika Serikat Mengalami Gejolak Ekstrem
CEO Ford Jim Farley menambahkan, perubahan kebijakan ini akan mengurangi dampak tarif terhadap produsen mobil, pemasok, dan konsumen.
Sebelumnya, koalisi industri otomotif AS menyebut tarif 25% terhadap suku cadang otomotif impor akan menurunkan penjualan kendaraan, menaikkan harga, serta menyulitkan proses servis.
Apalagi produsen otomotif menyebut sebagian besar tidak memiliki modal yang cukup untuk menghadapi gangguan akibat tarif mendadak. Banyak di antara produsen yang menghadapi kesulitan dan harus menghentikan produksi, melakukan PHK, bahkan ajukan kebangkrutan.