Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam seratus hari pertama pemerintahan Trump, pasar keuangan Amerika Serikat mengalami gejolak ekstrem yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Lonjakan harga aset yang sesekali terjadi akibat optimisme terhadap negosiasi dagang tak mampu menutupi kekhawatiran mendalam investor global mengenai masa depan ekonomi AS.
Kini, sebagian besar pelaku pasar tengah melakukan diversifikasi, berupaya mengurangi ketergantungan terhadap aset berdenominasi dolar, menandai potensi awal dari pergeseran struktural besar-besaran dalam arsitektur keuangan dunia.
Baca Juga: Trump Serukan Jalur Bebas bagi Kapal-Kapal AS yang Melalui Panama dan Terusan Suez
Dampak Langsung: Pasar Saham dan Dolar AS Terkapar
Dalam rentang hampir 100 hari sejak pelantikan Presiden Trump pada 20 Januari, indeks S&P 500 mengalami penurunan sekitar 8%, sementara indeks dolar AS anjlok hampir 9%.
Sementara beberapa optimisme kembali menguat setelah pernyataan moderat terkait kebijakan perdagangan, banyak analis memandang fluktuasi ini sebagai pertanda ketidakpastian mendalam, bukan sekadar koreksi teknikal.
Kritik terhadap independensi Federal Reserve, retorika agresif terkait perdagangan global, serta ketidakpastian fiskal, menjadi pemicu utama ketidakstabilan ini.
"Pertanyaan eksistensialnya adalah: apakah kerusakan yang terjadi bersifat permanen?" ujar Liz Ann Sonders, Chief Investment Strategist, Charles Schwab & Co.
Menimbang Ancaman: Potensi De-Dollarisasi Global
Sejumlah data mendukung kekhawatiran bahwa dunia perlahan bergerak menjauh dari dominasi dolar. Berdasarkan data IMF, porsi dolar dalam cadangan devisa global turun menjadi 57,8% pada kuartal IV 2024, dari 66% satu dekade sebelumnya.
Menurut Jens Nordvig dari Exante Data, sebuah perubahan struktural dalam alokasi aset global sedang berlangsung, di mana banyak investor mulai mencari alternatif terhadap eksposur dolar.
Baca Juga: 100 Hari Pertama Donald Trump: Mengguncang Tatanan Dunia dengan Kebijakan Ekstrem!
Gary Smith dari Columbia Threadneedle Investments menambahkan bahwa peningkatan ketegangan geopolitik mempercepat upaya diversifikasi cadangan devisa sejumlah bank sentral dunia.
Erosi Kepercayaan terhadap Aset-AS
Penurunan permintaan terhadap surat utang negara AS (Treasuries) — yang selama ini menjadi pilar sistem keuangan global — menjadi perhatian serius. Meski sekitar 30% dari pasar obligasi pemerintah AS senilai US$29 triliun masih dikuasai investor asing, gejala pelepasan aset mulai muncul, menurut analisis Oxford Economics.
Goldman Sachs memperkirakan bahwa investor asing telah menjual sekitar US$60 miliar saham AS sejak awal Maret 2025, dengan investor Eropa sebagai kontributor utama.
Spencer Hakimian, CEO Tolou Capital Management, mengungkapkan bahwa pihaknya meningkatkan alokasi ke emas sambil memangkas kepemilikan terhadap Treasury jangka panjang, menandai hilangnya kepercayaan terhadap "safe haven" tradisional Amerika.
Diversifikasi Global: Tren Tak Terelakkan?
Laporan dari berbagai manajer aset ternama menyoroti tren diversifikasi ke luar Amerika:
-
Evan Russo dari Lazard: Portofolio akan semakin berpaling dari AS sepanjang sisa tahun 2025.
-
Nuri Katz dari APEX Capital Partners: Permintaan klien ultra-kaya untuk diversifikasi aset ke luar AS meningkat hampir setiap hari.
-
Jitania Kandhari dari Morgan Stanley: Valuasi saham dan dolar AS sudah terlalu tinggi bahkan sebelum kebijakan tarif diberlakukan.
Baca Juga: Di Tengah Tarif Trump, Pemimpin Perdagangan dan Ekonomi China Jadi Sorotan
Meskipun beberapa analis menilai eksodus ini bersifat sementara, mereka mengakui bahwa keunggulan struktural AS — seperti likuiditas pasar, kedalaman keuangan, dan inovasi bisnis — masih menjadi daya tarik utama bagi modal global dalam jangka panjang.
"Reformasi struktural dan deregulasi yang pro-bisnis akan memperkuat daya saing AS di mata investor global," kata Tara Hariharan dari NWI Management.