Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Militer China memperingatkan, bendungan yang terletak di Provinsi Henan "bisa runtuh kapan saja", setelah rusak parah akibat badai yang menewaskan sedikitnya 12 orang dan membuat kegiatan di kawasan itu terhenti.
Otoritas cuaca China telah mengeluarkan peringatan tingkat tertinggi untuk Provinsi Henan di China Tengah karena hujan lebat menyebabkan gangguan yang meluas dan jalan-jalan terendam banjir. Sehingga, penduduk harus dievakuasi.
Pada Selasa (20/7) malam, Komando Teater Pusat Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) memperingatkan, hujan deras yang tak henti-hentinya telah menyebabkan Bendungan Yihetan di Luoyang, kota berpenduduk sekitar tujuh juta orang, retak dengan risiko "bisa runtuh kapan saja".
Komando Teater Pusat PLA mengatakan, telah mengirim tentara untuk melakukan tanggap darurat termasuk peledakan dan pengalihan banjir.
"Pada 20 Juli, terjadi retakan sepanjang 20 meter di Bendungan Yihetan, bantaran sungai rusak parah dan bendungan itu bisa runtuh kapan saja," kata Komando Teater Pusat PLA dalam pernyataan Selasa, seperti dikutip Channel News Asia.
Baca Juga: Hujan deras tewaskan 12 orang di provinsi Henan, China
Banjir biasa terjadi selama musim hujan di China, yang menyebabkan kekacauan tahunan dan merendam jalan, lahan pertanian, dan pemukiman penduduk.
Tetapi, ancaman itu telah memburuk selama beberapa dekade, sebagian karena pembangunan bendungan dan tanggul yang meluas, yang telah memutuskan hubungan antara sungai dan danau yang berdekatan. Ini mendorong gelombang musim panas.
Menurut otoritas cuaca China, curah hujan tahun ini di Zhengzhou, kota terdekat dari Luoyang, adalah yang tertinggi sejak pencatatan dimulai 60 tahun lalu.
Pihak berwenang menutup sistem kereta bawah tanah Zhengzhou yang kebanjiran dan membatalkan ratusan penerbangan.
Lebih dari 10.000 orang telah dievakuasi pada Selasa sore, menurut Pemerintah Provinsi Henan, memperingatkan, permukaan 16 waduk naik ke tingkat yang berbahaya karena hujan merusak ribuan hektare lahan pertanian dan menyebabkan kerugian sekitar US$ 11 juta.