Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2022 merosot ke salah satu level terburuk dalam hampir setengah abad. Penurunan ekonomi Tiongkok ini terdampak pembatasan Covid-19 yang ketat dan kemerosotan pasar properti.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi China di kuartal ke IV terpukul keras dan meningkatkan tekanan pada pembuat kebijakan untuk menggelontorkan lebih banyak stimulus pada tahun ini.
Melansir Reuters, Selasa (17/1), Data Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China tumbuh 2,9% pada periode Oktober-Desember 2022. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDB pada kuartal III 2022 yang sebesar 3,9%.
Baca Juga: Ekonomi China Lemah, Bursa Asia Tergelincir
Angka ini masih melampaui kuartal kedua dengan ekspansi 0,4% dan ekspektasi pasar naik 1,8%. Berdasarkan data triwulan PDB di kuartal keempat stagnan 0,0% dibandingkan pertumbuhan Juli sampai September sebesar 3,9%.
Namun kebijakan pelonggaran terhadap pembatasan ketat telah meningkatkan ekspektasi kebangkitan ekonomi China pada tahun ini. Kendati kebijakan ini menyebabkan peningkatan tajam kasus Covid-19 yang menurut para ekonom dapat menghambat pertumbuhan jangka pendek.
Kemerosotan pasar properti dan permintaan global yang lemah juga berarti bahwa pertumbuhan ekonomi China akan sangat tergantung pada permintaan konsumen dalam negeri.
Harry Murphy Cruise, ekonom di Moody's Analytics mengatakan pada 2023 China tidak hanya menanggulangi ancaman gelombang baru kasus Covid-19, tetapi juga pasar properti perumahan yang memburuk dan permintaan global yang lemah untuk ekspornya. "Ini akan menjadi rem yang signifikan," ucapnya.
Baca Juga: PBB: Populasi Penduduk China Dapat Berkurang Hingga 109 Juta pada Tahun 2050
Untuk tahun 2022, PDB China meningkat 3,0%. Pertumbuhan tersebut sangat meleset dari target resmi sekitar 5,5% dan mengerem tajam dari pertumbuhan 8,4% pada tahun 2021.
Tidak termasuk ekspansi 2,2% setelah Covid awal melanda pada tahun 2020, ini adalah pertunjukan terburuk sejak 1976 - tahun terakhir Revolusi Kebudayaan selama satu dekade yang menghancurkan ekonomi.
"Data aktivitas pada bulan Desember mengejutkan secara luas, tetapi tetap lemah, terutama di seluruh segmen sisi permintaan seperti belanja ritel," Louise Loo, ekonom senior di Oxford Economics, mengatakan dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Himbara akan Dukung Hilirisasi Industri yang Berbasis Ekstraksi Sumber Daya Alam
"Data sejauh ini mendukung pandangan lama kami bahwa dorongan pembukaan kembali China akan agak lemah pada awalnya, dengan belanja konsumen menjadi penghambat utama pada tahap awal," kata Loo.
Sebuah jajak pendapat Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan pulih menjadi 4,9% pada tahun 2023, karena para pemimpin China bergerak untuk mengatasi beberapa hambatan utama pada pertumbuhan - kebijakan "nol-COVID" dan penurunan sektor properti yang parah. Sebagian besar ekonom memperkirakan pertumbuhan akan meningkat mulai kuartal kedua.