kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pertumbuhan ekonomi Myanmar tersandera sanksi kasus Rohingya


Rabu, 04 April 2018 / 10:30 WIB
Pertumbuhan ekonomi Myanmar tersandera sanksi kasus Rohingya
ILUSTRASI. Pengungsi Rohingya dari Myanmar


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pertumbuhan ekonomi Myanmar masih tersandera oleh sanksi yang akan diberikan terkait kasus Rohingya. Para investor yang akan menanamkan modal asing (PMA) masih menunggu keputusan sanksi yang akan diberikan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Kanada kepada militer Myanmar.

"Jumlah penanaman modal asing belum terlihat membaik dan persetujuan investasi asing terus menurun, ini jadi indikasi bahwa ke depan penanaman modal asing akan melemah," ujar Shanaka Jay Peiris, kepala International Monetary Fund (IMF) untuk Myanmar sebagaimana dilansir oleh Reuters, Rabu (4/4).

Dia menambahkan dalam 10 bulan terakhir, proyek penanaman modal asing terus menurun. Bahkan, sejak kasus tindakan keras milter terhadap 700 ribu pengungsi Rohingya dikutuk masyarakat internasional, Bank Dunia menunda kucuran dana sebesar US$ 200 juta untuk membantu Myanmar.

Sejatinya, sanksi tersebut akan diberikan kepada kepala militer Myanmar. Namun, sanksi akan berpengaruh terhadap kinerja ekonomi Myanmar.

Kepada Reuters, juru bicara pemerintahan Myanmar mengatakan sanksi ini akan mempengaruhi Myanmar secara menyeluruh. Sebab, Myanmar bukan lagi negara diktator yang dikendalikan oleh militer. "Saat ini, pemerintahan Myanmar menjalankan demokrasi dan dipilih langsung oleh masyarakat," katanya.

Di sisi lain, industri perbankan Myanmar juga tengah bebenah. Deputi Gubernur Bank Sentral Myanmar, Soe Thein mengatakan bank swasta sudah diberikan kelonggaran waktu untuk membersihkan buku utang mereka. Di Myanmar, bank swasta memegang sekitar 80% aset.

Peiris bilang, aturan baru yang memaksa bank untuk membuka buku mereka ke bank sentral menimbulkan kekhawatiran bank untuk menanamkan modal lebih banyak. "Dengan begitu, bank harus meningkatkan modal dan mengakui kerugian mereka," ujar Peiris.

Ketatnya likuiditas perbankan Myanmar mengharuskan para pemilik uang menaruh dananya di perbankan. Jika tidak, maka industri perbankan harus mencari partner pendanaan.

Saat ini, IMF tengah berencana melakukan assesment terhadap bank di Myanmar untuk membantu pemulihan ekonomi negara tersebut.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×