Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tri Adi
Hal ini, Lee pelajari ketika ia masih berada di Daum Communication. Kala itu, setelah aksi akuisisi, anak perusahaan jadi tidak berkembang karena terlalu didikte oleh induk perusahaan. Hal ini tidak cocok bagi industri start up yang begitu dinamis.
Dalam melakukan akuisisi, Yello Mobile menggunakan skema yang berbeda dengan proses akuisisi pada umumnya. Lee menjelaskan struktur akuisisi mereka difokuskan pada pertukaran saham, daripada pembelian langsung saham start up yang diincarnya.
Lewat skema ini, pendiri start up tetap diberikan saham di masa depan perusahaan, daripada pembayaran untuk teknologi atau tim mereka. Ini mendorong para pendiri untuk tetap berada di perusahaan mereka untuk jangka waktu panjang.
Skema akuisisi ini juga memiliki manfaat finansial yang jelas. Kondisi ini memungkinkan Yello Mobile untuk memfokuskan pengeluaran untuk bisa bertumbuh daripada cuma membayar atau menggaji para pendiri. Pada akhirnya, ketika start up bertumbuh, kekayaan mereka selaras dengan kekayaan perusahaan, sehingga mereka menjaga motivasi dan semangat kewirausahaan mereka dan termotivasi untuk terus tumbuh dengan start up mereka.
Tak hanya gemar mengakuisisi start up asal negeri Gingseng, Yello Mobile juga start up di berbagai negara, termasuk start up asal Indonesia. Pada tahun 2015 lalu, Yello Mobile mencaplok srart up Adplus dari Indonesia. Hal ini merupakan langkah pertama Yello Mobile masuk ke pasar Asia Tenggara.
Lewat anak perusahaan Yello Digital Marketing, Lee mengakuisisi Adplus. Startup asal Indonesia ini merupakan perusahaan periklanan digital terbesar ketiga di Indonesia dalam hal pangsa pasar, Setelah Google dan Innity.
Kini Yello Mobile sudah memiliki 94 start up. Lewat kegigihannya, Yello Mobile menjadi unicorn terbesar nomor dua di Korea Selatan.
(Bersambung)
