Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - AMSTERDAM. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengajukan permintaan maaf penuh kepada Indonesia, setelah tinjauan sejarah menemukan bahwa Belanda menggunakan "kekerasan berlebihan" dalam upaya sia-sia untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas jajahan mereka setelah Perang Dunia II.
Rutte menanggapi temuan studi tersebut yang mengatakan, militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan, dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.
"Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte dalam konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan pada Kamis (17/2), seperti dikutip Reuters.
"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama Pemerintah Belanda," ujarnya.
Baca Juga: 5 Pertempuran yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia
Temuan tinjauan, yang didanai Pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari Belanda dan Indonesia, dipresentasikan pada Kamis (17/2) di Amsterdam.
Kekerasan militer Belanda
Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang, "sering dan meluas", kata sejarawan dan peserta studi Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda.
"Para politisi yang bertanggungjawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya hampir atau tidak sama sekali," ungkapnya, seperti dilansir Reuters.
Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, Pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggungjawabnya.
Baca Juga: 5 Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah Proklamasi
Pada 1969, pemerintah Belanda menyimpulkan, pasukannya secara keseluruhan telah berperilaku benar selama perang. Tetapi, mengakui di 2005, mereka "berada di sisi sejarah yang salah".
Pada Maret 2020, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf yang mengejutkan atas kekerasan yang Belanda lakukan.
Pemerintah Belanda kemudian menawarkan kompensasi 5000 euro kepada anak-anak Indonesia yang orangtuanya dieksekusi selama konflik, setelah penyelesaian tahun 2013 dengan janda dari satu pembantaian terkenal di Desa Ragawede pada 1947.
Rutte mengulangi pada Kamis (17/2), tawaran Belanda untuk menyelesaikan klaim kompensasi tetap terbuka.
Baca Juga: Hari Pahlawan 10 November 2021, ini 3 jenis makam pahlawan yang perlu diketahui
Studi tersebut menemukan, Pemerintah Belanda mengirim tentara pada misi yang mustahil yang tidak dilatih dengan baik. Kemudian terlibat dalam tindakan penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, dan penggunaan senjata yang tidak proporsional.
Baik Rutte maupun akademisi yang terlibat dalam penelitian tersebut menolak untuk membahas, apakah Belanda mungkin bertanggungjawab atas kejahatan perang dalam konflik tersebut.
"Itu urusan jaksa penuntut umum," kata Rutte.
"Laporan itu memang tidak ditulis dari sudut pandang hukum tetapi dari segi sejarah, tapi bagaimanapun juga, hal-hal terjadi di sana yang hari ini kami kutuk sepenuhnya," ungkapnya.