Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia seni dan sejarah Prancis diguncang oleh perampokan berani di siang bolong yang menimpa Museum Louvre akhir pekan lalu.
Delapan perhiasan kerajaan bernilai tinggi, termasuk tiara dan anting milik Ratu Marie-Amélie dan Ratu Hortense dari awal abad ke-19, raib dicuri. Nilainya ditaksir mencapai lebih dari €88 juta (sekitar US$102 juta atau Rp1,6 triliun).
Kerugian Tak Ternilai: “Lebih dari Sekadar Uang”
Jaksa Paris Laure Beccuau menegaskan bahwa perampokan ini tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi, tetapi juga luka besar bagi warisan sejarah Prancis.
“Kerusakan ini bersifat ekonomi, namun jauh lebih parah adalah kerusakan sejarah yang ditimbulkan,” ujar Beccuau dalam wawancara dengan Anne-Sophie Lapix, Selasa (21/10).
Baca Juga: Mantan Presiden Prancis Jalani Hukuman Penjara 5 Tahun atas Skandal Dana Kampanye
Menurut Beccuau, kurator Louvre memperkirakan nilai kerugian mencapai €88 juta, menegaskan bahwa dampaknya melampaui nilai moneter semata.
Aksi Spektakuler: Pencurian dalam 7 Menit
Perampokan ini terjadi di Apollo Gallery, ruang yang menyimpan sisa mahkota kerajaan Prancis. Empat pencuri bertopeng menggunakan crane untuk menghancurkan jendela di lantai atas dan berhasil membawa kabur perhiasan hanya dalam tujuh menit.
Mereka melarikan diri dengan sepeda motor, sementara mahkota Permaisuri Eugénie ditemukan tergeletak di luar museum—diduga dijatuhkan saat pelarian.
Gelombang Kritik: Keamanan Museum Dipertanyakan
Direktur Louvre, Laurence des Cars, belum memberikan pernyataan resmi tetapi dijadwalkan hadir di hadapan Komite Kebudayaan Senat Prancis pada Rabu. Ia menghadapi tekanan publik dan politik terkait lemahnya keamanan museum nasional.
Baca Juga: PM Prancis Sebastien Lecornu Lolos dari Dua Mosi Tidak Percaya di Parlemen
Pada Januari lalu, Des Cars telah memperingatkan Menteri Kebudayaan Rachida Dati mengenai kondisi infrastruktur museum yang “mengkhawatirkan” dan mendesak renovasi besar-besaran.
Badan audit negara, Court of Auditors, dalam laporannya untuk periode 2019–2024, juga menyoroti adanya “keterlambatan yang terus-menerus” dalam peningkatan sistem keamanan, dengan hanya seperempat dari satu sayap museum yang dilengkapi kamera pengawas.
Serangkaian Pencurian di Museum Prancis
Kasus Louvre ini bukan insiden tunggal. Bulan lalu, Museum Sejarah Alam Paris juga dibobol, dengan pelaku membawa kabur bongkahan emas senilai lebih dari US$1,5 juta.
Seorang wanita asal Tiongkok berusia 24 tahun kemudian ditangkap di Barcelona saat mencoba menjual 1 kilogram emas yang sudah dilelehkan.
Masih pada bulan yang sama, pencuri juga menggondol dua piring dan satu vas dari museum di kota Limoges, dengan nilai total mencapai US$7,6 juta.
Louvre Ditutup Sementara, Pengunjung Meningkat
Museum Louvre—yang biasanya menerima 8,7 juta pengunjung pada 2024 dan 8,9 juta pada 2023—ditutup selama dua hari untuk penyelidikan polisi, namun dijadwalkan dibuka kembali pada Rabu (22/10).
Baca Juga: PM Prancis Sebastien Lecornu Tunda Reformasi Pensiun 2023 Hingga Pemilu 2027
Serikat pekerja Louvre menuding pemangkasan posisi staf keamanan sebagai penyebab utama lemahnya pengawasan, terutama saat jumlah pengunjung meningkat drastis pasca-pandemi.
Selain itu, Louvre juga tengah bersiap menaikkan harga tiket masuk bagi wisatawan non-Uni Eropa dari €22 menjadi €30 (sekitar Rp520.000) mulai 1 Januari 2026, seiring meningkatnya biaya operasional dan keamanan.
Simbol Warisan Nasional yang Terkoyak
Perampokan ini meninggalkan luka mendalam bagi Prancis. Louvre bukan sekadar museum, melainkan simbol kebanggaan nasional yang menyimpan karya agung seperti Mona Lisa dan peninggalan bersejarah lainnya.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah Prancis bahwa investasi dalam keamanan budaya nasional sama pentingnya dengan melestarikan karya seni itu sendiri.
“Yang dicuri bukan hanya permata,” tulis harian Le Monde, “tetapi juga sebagian dari sejarah Prancis.”