Reporter: Ignatia Ivani | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Bank-bank China kena pukulan kembali dari sektor kualitas aset dari bisnis hipotek. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembeli rumah yang mengancam untuk menghentikan pembayaran pinjaman atas pembangunan apartemen yang belum selesai.
Melansir dari Reuters, ancaman tersebut diprediksi akan menyebabkan kenaikan rasio kredit macet hipotek bank sebesar tiga sampai lima kali lipat. Analis memperkirakan bahwa aksi protes yang serius akan menambah eksposur risiko pemberi pinjaman di sektor properti yang kekurangan uang tunai.
Lambat laun, kemarahan konsumen akan menambah kesengsaraan bagi sektor properti negara itu, yang menyumbang seperempat dari ekonomi. Sebelumnya, kondisi bank-bank di China juga sempat memburuk pada tahun lalu karena pengembang yang gagal memenuhi kewajiban utang mereka.
Baca Juga: Pemegang Obligasi Anak Usaha Evergrande Tolak Proposal Menundaan Pembayaran
Ketidakstabilan sektor properti memicu investor China menjual saham perbankan dan real estat pada Kamis (14/7).
Laporan data dari ANZ mengungkapkan bahwa pinjaman hipotek terkait dengan proyek perumahan yang belum selesai di China senilai 1,5 triliun yuan ($220 miliar). Itu bisa berisiko pada aksi protes pembeli rumah semakin masif.
Diketahui, pengembang proyek China yang belum menyelesaikan proyeknya seperti China Evergrande Group dan Sinic Holdings.
Setelah semakin banyak pembeli rumah yang menolak untuk membayar hipotek pada proyek yang macet, situasi ini mengundang pihak berwenang China untuk mengadakan pertemuan darurat dengan bank.
Menanggapi hal tersebut, pelaku pasar saham mengungkapkan pihak berwenang harus melakukan intervensi lebih awal untuk menyelesaikan krisis.
Jika tidak, pengembang properti yang tertekan mungkin tidak akan dapat melanjutkan konstruksi dalam waktu dekat karena krisis likuiditas mereka.
"Perhatian utama adalah jika penghinaan ini menyebar terlalu cepat dan lebih banyak pembeli rumah mengikuti hanya karena proyek mereka berjalan lambat, atau hanya karena prospek pesimistis untuk sektor properti," kata Shujin Chen, analis ekuitas di Jefferies.
Baca Juga: Percepat Pemulihan, China Siapkan Dana untuk Bangun Infrastruktur
Meskipun bank memiliki apartemen pra-jual sebagai agunan, mereka kemungkinan masih akan menderita kerugian, karena asetnya belum selesai. Menunggu penyelesaian dapat membuat bank menghadapi risiko penurunan nilai real estat yang substansial.
"Menjual apartemen di bawah kondisi pasar saat ini merupakan tantangan. Ditambah lagi, jika terjadi gelombang besar lelang rumah, harga akan jatuh," kata Xiaoxi Zhang, analis keuangan China dari kelompok riset China Gavekal Dragonomics.
Menurut Jefferies, empat bank negara besar, serta Postal Savings Bank of China, China Merchants Bank, dan Industrial Bank adalah lembaga keuangan dengan eksposur hipotek terbesar. Berbeda dengan keempat bank, Agricultural Bank of China, China Construction Bank, dan Industrial Bank mengatakan bahwa pembukuan hipotek mereka terkait dengan proyek rumah yang belum selesai atau tertunda relatif kecil dan risikonya dapat dikendalikan.
"Baik stabilitas sosial dan stabilitas keuangan akan terancam dalam kasus terburuk," kata Zhang dari Gavekal Dragonomics.