CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Punya 2.200 rudal balistik, China bisa kehilangan 95%-nya jika teken perjanjian


Senin, 08 Juni 2020 / 18:12 WIB
Punya 2.200 rudal balistik, China bisa kehilangan 95%-nya jika teken perjanjian
ILUSTRASI. Tentara membawa bendera PLA dan bendera China sebelum parade militer untuk memperingati peringatan 90 tahun pendirian Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di pangkalan militer Zhurihe di Daerah Otonomi Mongolia Dalam, Tiongkok, 30 Juli 2017.


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

Rudal jarak pendek dan menengah ini adalah aset penting dalam memberikan tekanan kepada Taiwan, yang China anggap sebagai provinsi pembangkang dan berjanji untuk menyatukan kembali dengan Tiongkok, dengan kekerasan jika perlu

Meski begitu, China selalu menekankan, rudal balistik dan jelajah hanya untuk tujuan defensif.

Rudal-rudal tersebut memberi China apa yang IISS gambarkan sebagai "keunggulan komparatif" di kawasan Asia-Pasifik, sehingga kecil kemungkinan Tiongkok akan dengan sukarela menandatangani pakta kontrol senjata potensial seperti Perjanjian INF.

Laporan IISS menyebutkan, AS mungkin mengerahkan rudal tersebut ke kawasan Asia-Pasifik untuk mengatasi ketidakseimbangan mereka dalam senjata itu dengan saingannya.

Baca Juga: AS: China gunakan krisis corona sebagai kedok dorong klaim di Laut China Selatan

Hanya, IISS mengingatkan, ada risiko dua kali lipat dalam pengerahan senjata-senjata semacam itu ke Asia-Pasifik. 

"Memperburuk kekhawatiran China bahwa rudal akan diposisikan untuk digunakan melawannya, meningkatkan potensi respons dari China yang bisa mengarah pada siklus aksi-reaksi pengembangan dan penyebaran senjata dan berlanjutnya ketidakstabilan regional," sebut IISS.

AS juga dihadapkan dengan kesulitan mendasar, dengan sekutu dan mitra regional yang tidak mungkin menyetujui untuk menempatkan rudal semacam itu di wilayah mereka. Sebagian karena khawatir China melakukan pembalasan diplomatik dan ekonomi.

Laporan IISS menyatakan, China menargetkan ekonomi Korea Selatan sebagai tanggapan dan ketidaksukaannya atas sistem pertahanan rudal AS di negeri ginseng pada tahun 2017.

Baca Juga: Makin sensitif, kapal perang AS berlayar di Selat Taiwan pada peringatan Tiananmen



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×