Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang mengalami defisit transaksi berjalan terbesar sepanjang sejarah pada Januari 2023. Penyebabnya, penghasilan Negeri Sakura ini dari perdagangan terganggu akibat perlambatan ekonomi global dan ditambah dengan adanya liburan Tahun Baru Imlek.
Dilansir Reuters, Rabu (8/3), Kementerian Keuangan Jepang melaporkan defisit neraca transaksi berjalan pada Januari mencapai 1,98 triliun atau sekitar US$ 14,43 miliar. Angka ini dua kali lipat dari perkiraan rata-rata analis yang disurvei Reuters sebelumnya, yakni 818,4 miliar yen.
Ini merupakan bulan kedua berturut-turut neraca transaksi berjalan lebih lemah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menurut pemerintah, menggambarkan bahwa kekuatan Jepang dalam perdagangan internasional semakin melemah.
Namun, neraca pendapatan utama, elemen lain dari transaksi berjalan, naik 350 miliar yen dari periode yang sama tahun sebelumnya menjadi surplus 2,29 triliun. Kenaikan ini didorong oleh bunga yang diterima dari investasi di sekuritas asing.
Peningkatan neraca pendapatan utama mencerminkan bahwa pendapatan negara dari modal yang diparkir di luar negeri dalam tren meningkat dibandingkan dari penjualan barang dan jasa.
Neraca perdagangan, bagian dari transaksi berjalan, juga mencatatkan rekor defisit pada Januari. Defisitnya mencapai 3,18 triliun yen, terbesar sejak Jepang mulai merilis data tentang itu pada tahun 1996.
Laporan neraca transaksi berjalan ini membuat yen melemah. Satu dollar kini sudah bernilai 137.49 yen, level tertinggi sejak pertengahan Desember 2022. Ini menambah lonjakan dollar setelah terdorong pernyataan Gubernur The Fed pada Selasa (7/3) bahwa The Fed bertekad untuk menekan inflasi AS ke level 2%.
Data teranyar ini juga menyoroti tekanan yang ditimbulkan oleh biaya energi yang tinggi pada ekonomi Jepang. Negara ini sangat bergantung pada impor bahan bakar dan bahan baku.
Ekspor juga tertekan pada Januari akibat melemahnya permintaan asing, termasuk China, mitra dagang terbesar Jepang, di tengah gelombang pengetatan kebijakan moneter global yang bertujuan untuk menekan inflasi.
Liburan Tahun Baru Imlek China juga turun menekan ekspor ke China pada Januari. Pasalnya, momentum itu jatuh di bulan pertama tahun ini. Sedangkan tahun lalu, liburan itu jatuh di bulan Februari.
Tagihan impor Jepang Januari terutama didorong oleh kenaikan harga bahan bakar dan komoditas lainnya. Semntara sebagian lagi akibat melemahnya yen dan invasi Rusia di Ukraina.