Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
TOKYO. Dolar keok terhadap yen. Padahal, laporan mengenai kinerja manufaktur dan tingkat pengangguran Amerika Serikat (AS) yang sedianya bakal dirilis minggu ini belum diterbitkan.
Sekadar catatan, pada pukul 11.30 waktu Tokyo, dolar diperdagangkan pada posisi 95,30 yen dari sebelumnya 95,52 di New York pada 28 November lalu. Bahkan pada 26 November, dolar sempat anjlok dan bertengger pada posisi 94,61, yang merupakan nilai terendah sejak 21 November.
Sementara itu, nilai euro juga melemah terhadap nilai dolar dan yen. Salah satu pemicunya yakni para trader di pasar bertaruh bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan memangkas suku bunga pinjamannya pada minggu ini sebagai respons terjadinya resesi.
Euro ditawarkan pada posisi US$ 1,2661 dari posisi US$ 1,2691 pada akhir minggu lalu. Jika diperbandingkan terhadap yen, euro diperdagangkan pada posisi 120,66 yen.
Di belahan dunia lain, dolar Australia dan Selandia Baru juga mengalami pelemahan yang disebabkan para ekonom memprediksi penentu kebijakan di kedua negara akan menurunkan tingkat suku bunganya pada minggu ini seiring dengan anjloknya perekonomian.
Dolar Australia melemah 1,2% menjadi 64,76 US sen di New York. Aussie, juga letoi 1,4% terhadap yen menjadi 61,27 yen. Sedangkan Kiwie melemah 1,2% menjadi 54,21 US sen dan keok 1,43% menjadi 51,67 yen.
“Saat ini, seluruh mata akan tertuju pada perekonomian AS. Sehingga, akan terjadi depresiasi terhadap dolar. Pesona mata uang dengan yield tinggi semakin memudar karena adanya perbedaan tingkat suku bunga tidak mempengaruhi pergerakan mereka,” jelas Akio Shimizu, chief manager foreign exchange trading di Mitsubishi UFJ Trust & Banking Corp.
Shimizu meramalkan, dolar AS akan terus melemah menjadi 94,80 yen dan dijajakan pada level US$ 1,2550 per euro hari ini.
Joseph Capurso, currency strategist Commonwealth Bank of Australia di Sydney juga berpendapat sama. “Jepang saat ini sedang mengalami resesi, dan sepertinya mata uang yen akan terus mengalami penguatan. Jika hal ini terus berlangsung, para investor asing akan menarik dananya kembali untuk mengurangi risiko,” ujar Capurso.
Kondisi perekonomian Jepang sepertinya memang semakin memburuk. Pada laporan yang dirilis pada minggu lalu, perusahaan-perusahaan di Negeri Sakura itu memang berencana memangkas produksinya. Bahkan tingkat pemangkasan produksi ini merupakan yang tertinggi dalam 35 tahun terakhir. Tentunya, hal ini menandakan, negara dengan perekonomian kedua terbesar itu akan mengalami resesi akut.