Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ribuan demonstran, mayoritas perempuan, turun ke jalan di Washington DC pada Sabtu untuk menyuarakan penolakan terhadap Presiden terpilih Donald Trump, dua hari sebelum pelantikannya.
Pawai Rakyat yang sebelumnya dikenal sebagai Pawai Perempuan telah berlangsung setiap tahun sejak 2017. Koalisi kelompok yang mengorganisasi gerakan ini menyatakan tujuannya adalah untuk melawan “Trumpisme,” sebagaimana tercantum di situs resminya. Aksi serupa juga berlangsung di New York City dan Seattle.
Unjuk rasa tersebut bertepatan dengan kedatangan Trump di ibu kota untuk menghadiri sejumlah acara menjelang upacara pelantikannya pada Senin.
Baca Juga: Kawal Unjuk Rasa di Depan MK dan Istana Merdeka, Polisi Kerahkan 1.273 Personel
Pawai di Washington DC kali ini menarik peserta lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya tetapi tetap dihadiri ribuan orang. Para demonstran berkumpul di tiga taman sebelum bergerak menuju Lincoln Memorial.
Kelompok pengorganisasi pawai ini digambarkan sebagai kumpulan dengan “identitas yang saling bersinggungan” serta berbagai kepentingan isu, termasuk perubahan iklim, imigrasi, dan hak-hak perempuan.
Beberapa perempuan yang berpartisipasi mengungkapkan alasan mereka. Seorang pengunjuk rasa bernama Brooke menyatakan keprihatinannya atas akses terhadap aborsi.
“Saya sangat kecewa dengan arah politik negara kita,” ujarnya. “Sedih rasanya melihat kita kembali memilih presiden yang telah mengecewakan, alih-alih mencalonkan kandidat perempuan.”
Baca Juga: Komunitas Ojol di Beberapa Daerah Pilih Tetap Beroperasi di Tengah Seruan Unjuk Rasa
Kayla, demonstran lainnya, mengatakan bahwa kemarahannya terhadap situasi saat ini mendorongnya untuk ikut serta. “Jujur saja, saya merasa marah, sedih, dan kewalahan,” ungkapnya.
Pawai pertama kali digelar pada 2017 setelah Trump mengalahkan Hillary Clinton dalam pemilu 2016. Aksi tersebut menarik ratusan ribu peserta pada hari setelah pelantikan Trump, dengan jutaan perempuan di seluruh AS turun ke jalan membawa poster-poster mengecam Trump serta mengenakan topi rajut merah muda yang dikenal sebagai “topi vagina.”
Meski Pawai Perempuan tetap menjadi simbol perlawanan terhadap agenda Trump, aksi-aksi berikutnya tidak pernah mencapai skala sebesar pawai pertama.
Di sisi lain, Trump tiba di Washington DC pada Sabtu sore untuk memulai rangkaian acara pelantikannya, termasuk acara pribadi di klub golfnya di Virginia yang dimeriahkan dengan kembang api.
Baca Juga: Transjakarta Siapkan Bus Cadangan untuk Antisipasi Dampak Aksi Unjuk Rasa Ojol
Sementara itu, sejumlah kecil pendukung Trump terlihat di Monumen Washington pada hari yang sama. Seorang pengunjuk rasa dari kubu Trump, Timothy Wallis, mengatakan bahwa meskipun ia mendukung kebebasan demonstrasi, ia merasa bingung dengan kemarahan para penentang Trump.
“Sungguh menyedihkan melihat keadaan bangsa kita,” ujar pria asal Idaho tersebut.
Beberapa demonstran lain datang dari luar kota untuk menghadiri pawai. Susie, seorang peserta dari San Francisco, bergabung bersama saudara perempuannya, Anne, yang tinggal di sekitar Washington. Keduanya pernah menghadiri Pawai Perempuan pertama pada 2017 dan kembali dengan mengenakan topi rajut mereka.
Susie berharap aksi kali ini dapat menggerakkan lebih banyak orang. “Taruhannya lebih besar sekarang,” katanya. “Trump semakin berani.”
Baca Juga: Unjuk Rasa Pro dan Kontra atas Pemakzulan Presiden Korea Selatan Digelar di Seoul
Anne menambahkan bahwa meskipun Trump masih mendapatkan dukungan besar di beberapa negara bagian, ia yakin suara perlawanan tetap harus ada. “Kami masih di sini, dan kami akan terus melawan,” tegasnya.