Sumber: Reuters | Editor: Sanny Cicilia
SYDNEY. Bijih besi masih jadi anak emas bagi bisnis Rio Tinto. Terbukti, perusahaan tambang ini berniat menggelontorkan dana US$ 3,7 miliar untuk mendongkrak produksi tambang bijih besi di Australia di tengah kekhawatiran pasar terhadap pelambatan permintaan komoditas tambang.
Harapan manajemen Rio Tinto, duit yang sudah diinvestasikan itu dapat mengdongkrak produksi bijih besi sebesar 25% pada tahun 2016. Dana tersebut merupakan alokasi terbesar dari anggaran belanja total US$ 4,8 miliar yang telah disepakati jajaran manajemen, kemarin (20/6).
Rio merupakan perusahaan tambang bijih besi terbesar kedua dunia setelah Vale di Brasil. Perusahaan memproduksi sekitar 230 juta metrik ton bijih besi dalam setahun, dan sekarang segera memproduksi 283 juta metrik ton.
Dengan ekspansi yang mendorong produksi 353 juta metrik ton, tambang Rio di Australia akan memasok sepertiga perdagangan bijih besi dunia. Nantinya, mitra Rio juga akan ikut berinvestasi, sehingga total biaya ekspansi akan menghabiskan dana sekitar US$ 5,2 miliar.
"Kami sadar akan ketidakpastian jangka pendek, dan berkomitmen secara penuh melakukan pendekatan seimbang terhadap investasi," kata Presiden Direktur (CEO) Rio Tinto, Tom Albanese, dalam pernyataan resminya. Dia juga berjanji mempertahankan peringkat utang A dan mendorong kebijakan dividen.
Rio juga akan berinvestasi lebih lanjut sekitar US$ 501 juta untuk pengembangan infrastruktur tambang bijih besi Simandoi di Guinea, Afrika, serta di tambang patungan Chinalco di China. Selain itu, perusahaan menginvestasikan US$ 660 juta di tambang tembaga di Bingham Canyon, Utah, Amerika Serikat.
Langkah Rio bersamaan dengan BHP Billiton dan Fortescue Metals yang juga mengibarkan ekspansi di kawasan Pilbara, Australia. Ditambah dengan upaya sama oleh penambang kecil, sehingga diperkirakan terjadi kelebihan pasokan bijih besi dalam dua tahun mendatang.
Manajemen Rio masih optimistis dengan prospek jangka menengah-panjang. "Kami akan menghindari kontrak jangka pendek dari China, pembeli terbesar kami," kata Sam Walsh, pimpinan bisnis bijih besi Rio. Perusahaan tetap melakukan efisiensi agar keuangan fleksibel dan siap mengurangi dana ekspansi.