Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Rusia terus melanjutkan rencana untuk meninggalkan dolar AS secara bertahap.
Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan negara tersebut untuk mengurangi penggunaan mata uang "beracun".
Mengutip Business Insider, berbicara di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg minggu ini, presiden Rusia menunjuk pada menurunnya penggunaan mata uang Barat di negaranya.
Dia menambahkan, rubel lebih banyak digunakan dalam transaksi perdagangan, meskipun nilai mata uang tersebut anjlok pada akhir tahun 2023.
“Tahun lalu, porsi pembayaran ekspor Rusia dalam mata uang yang dianggap ‘beracun’ oleh negara-negara yang tidak bersahabat berkurang setengahnya. Sementara porsi rubel dalam transaksi ekspor dan impor meningkat – saat ini mendekati 40%,” kata Putin di acara tersebut, menurut laporan dari Reuters.
Dia menambahkan, Rusia akan meningkatkan penggunaan mata uang nasional dalam penyelesaian perdagangan luar negeri, meningkatkan keamanan dan efisiensi operasi tersebut, termasuk melalui BRICS.
Selain itu, Rusia akan terus meningkatkan penggunaan mata uang BRICS untuk perdagangan. Ia juga memperkenalkan beberapa tujuan ekonomi ambisius yang harus dipenuhi Rusia pada tahun 2030, termasuk mengurangi impor dari negara lain, meningkatkan investasi pada aset tetap sebesar 60%, dan menggandakan nilai pasar saham Rusia.
Baca Juga: Mengenal Blok BRICS yang Diprakarsasi Rusia dan 10 Negara Anggota BRICS 2024
Rusia telah beralih dari dolar sejak tahun 2022, setelah Rusia memulai invasi ke Ukraina dan kemudian terkena sanksi Barat.
Putin telah menolak sebagian besar pembatasan perdagangan tersebut, dan menyebut langkah-langkah penting, seperti pembatasan harga minyak Rusia, sebagai tindakan yang “bodoh”.
Akan tetapi, menurut para ahli, perekonomian Rusia sedang kesulitan untuk bertahan karena semakin terisolasi dari pasar global.
Tantangan yang harus dihadapi Rusia
Namun, jalan Rusia menuju de-dolarisasi bukannya tanpa tantangan.
Melansir MSN .com, dominasi dolar AS yang mengakar dalam perdagangan dan keuangan global, ditambah dengan peran aset-aset berdenominasi dolar sebagai investasi safe-haven, menimbulkan hambatan signifikan terhadap upaya Rusia untuk mempromosikan mata uang alternatif.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung antara Rusia dan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, terus membayangi prospek pencapaian kemajuan yang berarti dalam de-dolarisasi.
Baca Juga: Bank of China Melirik Peluang Dedolarisasi di Benua Afrika
Terlepas dari tantangan-tantangan ini, komitmen Rusia untuk mengurangi ketergantungannya pada dolar AS menggarisbawahi tren global yang lebih luas dimana negara-negara berupaya mendiversifikasi kepemilikan mata uang mereka dan mengurangi paparan terhadap risiko geopolitik.
Meskipun dampak langsungnya terhadap status dolar AS sebagai mata uang cadangan utama dunia mungkin terbatas, upaya Rusia untuk mempromosikan mata uang alternatif menandakan perubahan signifikan dalam lanskap moneter global dan menyoroti dinamika kekuatan ekonomi yang terus berkembang di abad ke-21.