kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah Daerah di China Hadapi Defisit Anggaran, Ini Penyebabnya


Senin, 17 Oktober 2022 / 17:00 WIB
Sejumlah Daerah di China Hadapi Defisit Anggaran, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Warga di Beijing, China. REUTERS/Tingshu Wang


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Sejumlah pemerintah provinsi di China mencatatkan defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) atau kesenjangan antara pendapatan dan belanja hampir US$ 1 triliun sepanjang delapan bulan pertama tahun ini. 

Defisit anggaran yang sangat besar ini akan semakin meningkatkan resiko bagi ekonomi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu pada tahun 2023. Kesenjangan itu akan mengurangi daya tembak fiskal pemerintah provinsi dalam mendanai belanja infrastruktur dan rencana pemangkasan pajak. 

Dari hasil penelusuran Reuters, sebanyak 31 wilayah provinsi di China melaporkan defisit anggaran sebesar 6,74 triliun yuan atau setara US4 948 miliar sepanjang Januari-Agustus 2022. 

Itu merupakan defisit terbesar sejak tahun 2012 berdasarkan hasil perhitungan Reuters dari data pemerintah daerah selama satu dekade terakhir. Defisit terbesar dialami provinsi Sichuan, Henan, Hunan, dan Guandong. 

Baca Juga: Broadcom Bakal Akuisisi Perusahaan Komputasi Awan VMWare Senilai US$ 61 Miliar

Di saat yang sama, pemerintah pusat China juga menghadapi tantangan berat di tekanan resiko resesi global, melonjaknya biaya komoditas, meningkatnya ketegangan geopolitik, dan meluasnya kebijakan lockdown untuk meredam penyebaran Covid-19. 

Pemerintah daerah sudah lama menjadi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi China. Namun, penurunan pendapatan penjualan tanah negara setelah tindakan keras yang berkelanjutan terhadap utang di sektor properti telah mengikis kekuatan keuangan mereka. 

Situasi semakin memburuk tahun ini karena melemahnya pendapatan dari pajak dan pendapatan menurun karena aktivitas ekonomi lumpuh akibat pembatasan Covid-19. 

Selain itu, pemerintah daerah juga harus melakukan pembayaran utang dalam beberapa bulan mendatang. Ini akan semakin menyulitkan keuangan Pemda dan membatasi kemampuan mereka memenuhi permintaan pemerintah pusat untuk meningkatkan tingkat belanja. 

Sudah banyak pemda di China terpaksa memangkas gaji, mengurangi jumlah pegawai, menurunkan subsidi dan bahkan mengenakan denda yang besar dan tidak proporsional untuk memenuhi kekurangan anggaran.

Hingga Agustus, penjualan tanah pemerintah hanya mencapai 3,37 triliun yuan atau turun 28,5% secara tahunan atau year on year (YoY). Ini menambah urgensi untuk memulihkan kesehatan keuangan perusahaan-perusahaan properti yang sedang didera masalah utang. 

"Dengan pertumbuhan yang lebih lambat tahun ini, kami memperkirakan defisit fiskal untuk pemerintah regional dan lokal akan tetap besar, yang mencerminkan perlambatan properti dan efek berkelanjutan dari guncangan virus corona," kata Jennifer A. Wong, analis di Moody's seperti dikutip Reuters, Senin (17/10).

Moodys's memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun ini akan tumbuh melambat menjadi 3,5% dari 8,1% pada tahun 2021.

Di masa lalu, kekurangan sebagian besar diimbangi oleh pembayaran transfer dari pemerintah pusat dan dana sisa dari tahun-tahun sebelumnya, tetapi analis mengatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi China dapat membatasi bantuan semacam itu kali ini.

Baca Juga: 15.000 Tentara Ukraina Bakal Terima Pelatihan Khusus dari Uni Eropa

Pembuat kebijakan juga akan berhati-hati dalam mengambil kelonggaran fiskal dengan stimulus moneter skala besar karena gelombang kenaikan suku bunga global untuk mengendalikan inflasi yang panas telah membuat imbal hasil obligasi AS melonjak, memperlebar kesenjangan hasil antara utang AS dan China.

Menurut Luo Zhiheng, kepala analis ekonomi makro di Yuekai Securities, China bisa meningkatkan kuota obligasi negara sehingga beberapa di antaranya dapat ditransfer ke pemerintah daerah untuk mengurangi tekanan fiskal. 

Hanya saja, dia memperingatkan bahwa mereka menghadapi tekanan pada arus kas mereka yang sudah ketat karena utang pemerintah daerah yang jatuh tempo mencapai puncaknya pada tahun 2023 untuk periode 2021-2025.

"Dikombinasikan dengan beberapa hutang yang jatuh tempo dari kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (LGFVs) - perusahaan investasi yang membangun proyek infrastruktur - tahun ini dan berikutnya akan menjadi yang paling menegangkan bagi pemerintah daerah," katanya.

Sekitar 380 miliar yuan obligasi LGFV darat dari provinsi-provinsi yang secara ekonomi lebih lemah akan dibayar dalam 12 bulan ke depan, menurut laporan Moody's pada bulan Agustus.

Kendala fiskal seperti itu, bersama dengan melemahnya ekspor, keraguan atas kebangkitan konsumsi dan ketidakpastian eksternal termasuk perang Ukraina, akan menambah tekanan pada pembuat kebijakan untuk menopang ekonomi pada tahun 2023, kata Nie Wen, seorang ekonom yang berbasis di Shanghai di Hwabao Trust.

Nie memperkirakan pertumbuhan PDB 5,5% tahun depan, dengan asumsi sedikit atau tidak ada gangguan COVID-19, lebih baik dari konsensus luas 3,2% untuk tahun ini tetapi masih tertinggal dari kecepatan pra-pandemi 6,0% pada 2019.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×