Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SELANDIA BARU melalui Health Select Committee, tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Vape untuk mengatur rokok elektrik dan vaping. Rencananya, draf tersebut akan dirampungkan pada akhir Juni dan diserahkan kepada legislatif.
Salah satu pembahasan di dalam draf adalah terkait perubahan di RUU Amandemen Lingkungan Smokefree dan Produk Terregulasi (Vaping) di parlemen pada bulan Februari lalu.
Di situ dijelaskan, bahwa produk vaping dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada merokok.
“Produk vaping dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada merokok, dan bertujuan untuk mendukung perokok untuk beralih ke produk yang kurang berbahaya,” dilansir dari Reuters.
Jenny Salesa, Associate Health Minister yang memimpin komite tersebut mengungkapkan RUU ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan yang tepat dalam memastikan vaping tersedia untuk perokok yang ingin menggunakannya sebagai alat untuk berhenti merokok sekaligus memastikan produk vaping tidak dipasarkan atau dijual kepada anak-anak dan remaja
Baca Juga: Sah, Australia dan Selandia Baru jadi tuan rumah Piala Dunia Wanita 2023
Ia juga mengatakan, bahwa poin itu sebagai jawaban menanggapi berbagai kekhawatiran mengenai vaping.
Pemerintah Selandia Baru telah memandang rokok elektrik sebagai pilar utama dalam tujuan jangka panjangnya untuk menjadikan Selandia Baru sebagai "Negara Bebas Rokok" pada tahun 2025, dengan target yang ambisius, yaitu perokok menjadi hanya 5 persen dari populasi.
Tujuannya adalah untuk mengurangi beban kematian dan penyakit yang disebabkan oleh merokok secara signifikan. Mengingat rokok elektrik adalah inovasi yang relatif baru dan tidak tercantum dalam Smokefree Environment Act 1990, yang hanya mengatur produk tembakau bakar.
Pada Maret 2020 draf RUU tersebut juga menyantumkan larangan penjualan di bawah 18 tahun, pembatasan flavour, dan larangan iklan produk vaping.
Health Select Committee juga ditugaskan untuk berkonsultasi dengan para ahli dan pemangku kepentingan yang relevan, serta menyajikan laporan kembali ke parlemen untuk diskusi lebih lanjut.
Komite tersebut menerima total 1.271 pengajuan tertulis dan mendengar 84 pengajuan lisan dari berbagai pemangku kepentingan di seluruh masyarakat, termasuk universitas, LSM, pengusaha retail, produsen termasuk perusahaan terkemuka seperti RELX Technology dan Lion Labs, dan individu, termasuk beberapa kelompok masyarakat sipil yang mewakili kepentingan suku Maori.
Profesor Chris Bullen dari Royal Australasian College of Physicians menyampaikan bahwa posisi organisasinya terhadap rokok elektronik telah berubah, karena lebih banyak bukti sudah tersedia tentang rokok elektrik saat ini.
"Ini tidak sepenuhnya aman tetapi secara proporsional jauh lebih tidak berbahaya daripada terus merokok, maka kerangka kerja legislatif yang ingin kami lihat harus mendorong masyarakat untuk bergerak ke bawah kurva bahaya, menjauh dari merokok, dan menuju idealnya, yaitu, bernapas udara segar," jelas Profesor Bullen.
Dalam pengajuannya, produsen rokok elektronik terkemuka di Asia, RELX Technology, juga menyatakan dukungannya terhadap visi pemerintah Selandia Baru tentang dunia tanpa rokok yang mudah terbakar, mengakui pentingnya mengatasi kekhawatiran masyarakat mengenai akses ke, dan pengguna produk vaping oleh kaum muda.
Namun, para kritik dari RUU tersebut mencatat bahwa pendekatan kehati-hatian yang diambil oleh Health Select Committee berisiko menurunkan efektivitas vaping sebagai alternatif yang jauh lebih tidak berbahaya daripada merokok.
Baca Juga: Ada Kasus Baru Covid-19, Selandia Baru Perketat Kebijakan Isolasi
Secara khusus, risiko membatasi ketersediaan flavour telah diajukan oleh banyak pihak selama proses konsultasi. Menurut 'A Surge Strategy for Smokefree Aotearoa 2025', sebuah laporan 2019 yang diterbitkan oleh organisasi anti-merokok ASH NZ dan End Smoking New Zealand, flavour adalah bagian integral dari daya tarik alternatif smokefree dan bagian penting dari proposisi bagi para perokok untuk mencoba beralih dan tetap bebas rokok.
Terdapat juga risiko yang signifikan dalam pembatasan penjualan flavour ke pengecer terbatas karena dapat mengakibatkan peralihan yang lebih sedikit, akan menyebabkan kekambuhan di antara vapers yang telah beralih dari rokok, dan bahkan mendorong pengembangan pasar perokok ilegal.
Pada Maret 2020, Public Health England, badan eksekutif dari Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial di Inggris, menerbitkan ‘Annual update of Public Health England’s e-cigarette evidence review by leading independent tobacco experts’ yang berisikan pelarangan cairan flavour dapat mencegah penggunaan produk vaping yang membantu vapers berhenti atau mengurangi konsumsi rokok. Hal itu juga dapat mendorong vapers ke arah produk terlarang.
Anggota Parlemen di Selandia Baru diharapkan dapat melanjutkan diskusi tentang beberapa aspek RUU yang lebih diperdebatkan, terutama tentang pembatasan flavour, komunikasi konsumen, dan tempat penjualan, sebelum disahkan menjadi UU.