Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Pada Maret 2020 draf RUU tersebut juga menyantumkan larangan penjualan di bawah 18 tahun, pembatasan flavour, dan larangan iklan produk vaping.
Health Select Committee juga ditugaskan untuk berkonsultasi dengan para ahli dan pemangku kepentingan yang relevan, serta menyajikan laporan kembali ke parlemen untuk diskusi lebih lanjut.
Komite tersebut menerima total 1.271 pengajuan tertulis dan mendengar 84 pengajuan lisan dari berbagai pemangku kepentingan di seluruh masyarakat, termasuk universitas, LSM, pengusaha retail, produsen termasuk perusahaan terkemuka seperti RELX Technology dan Lion Labs, dan individu, termasuk beberapa kelompok masyarakat sipil yang mewakili kepentingan suku Maori.
Profesor Chris Bullen dari Royal Australasian College of Physicians menyampaikan bahwa posisi organisasinya terhadap rokok elektronik telah berubah, karena lebih banyak bukti sudah tersedia tentang rokok elektrik saat ini.
"Ini tidak sepenuhnya aman tetapi secara proporsional jauh lebih tidak berbahaya daripada terus merokok, maka kerangka kerja legislatif yang ingin kami lihat harus mendorong masyarakat untuk bergerak ke bawah kurva bahaya, menjauh dari merokok, dan menuju idealnya, yaitu, bernapas udara segar," jelas Profesor Bullen.
Dalam pengajuannya, produsen rokok elektronik terkemuka di Asia, RELX Technology, juga menyatakan dukungannya terhadap visi pemerintah Selandia Baru tentang dunia tanpa rokok yang mudah terbakar, mengakui pentingnya mengatasi kekhawatiran masyarakat mengenai akses ke, dan pengguna produk vaping oleh kaum muda.
Namun, para kritik dari RUU tersebut mencatat bahwa pendekatan kehati-hatian yang diambil oleh Health Select Committee berisiko menurunkan efektivitas vaping sebagai alternatif yang jauh lebih tidak berbahaya daripada merokok.
Baca Juga: Ada Kasus Baru Covid-19, Selandia Baru Perketat Kebijakan Isolasi