Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serangan roket di Irak utara telah menyebabkan kebakaran besar di kilang minyak. Dampaknya operasional kilang berhenti sesaat, kata kementerian perminyakan negara itu.
Roket menghantam tangki penyimpanan bahan bakar di kilang kecil Siniya di provinsi Salahuddin pada hari Minggu. Tidak ada laporan korban jiwa, dalam pernyataan kementerian itu.
Api berhasil dipadamkan dan operasi dilanjutkan dalam beberapa jam setelah serangan itu, kata kementerian, mengutip Northern Refining Company milik negara yang menjalankan kilang.
Kelompok ISIL (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan roket tersebut. ISIL mengatakan di situsnya Amaq bahwa dua roket Katyusha digunakan dalam serangan itu.
Kilang Siniya berada di dekat kilang minyak terbesar Irak, Baiji, yang mengalami kerusakan cukup parah selama perang melawan kelompok ISIL. Kilang tersebut dirombak dan akhirnya dibuka kembali pada tahun 2017.
Meskipun ISIL tidak lagi menguasai wilayah di Irak, kelompok tersebut mempertahankan sel tidur dan sering melakukan serangan di seluruh bagian negara, termasuk utara.
Baca Juga: AS: Seluruh dunia akan melawan China jika mereka gunakan kekuatan militer di Taiwan
Kelompok bersenjata yang didukung Iran juga diyakini berada di balik serangkaian serangan roket dan mortir yang menargetkan kepentingan AS di Irak, membuat frustrasi pemerintahan Presiden Donald Trump, yang pada bulan September mengancam akan menutup kedutaan besarnya di Baghdad.
Para pejabat mengatakan penghentian operasi di kilang Siniya, yang memiliki kapasitas penyulingan 30.000 barel per hari, adalah langkah pengamanan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
"Kami benar-benar menutup unit produksi untuk menghindari kerusakan parah yang dapat terjadi," kata seorang insinyur kepala di kilang tersebut, berbicara kepada Kantor Berita Reuters tanpa menyebut nama.
Serangan hari Minggu menandakan bahwa pejuang ISIS mungkin masih mampu melancarkan serangan terhadap pasukan keamanan dan situs energi vital, meskipun dikalahkan selama kampanye militer yang didukung Amerika Serikat pada 2014-2017.
Awal bulan ini, AS mengumumkan akan mengurangi lebih lanjut jumlah pasukan yang ditempatkan di Timur Tengah, menyebabkan kekhawatiran di kalangan analis yang khawatir langkah seperti itu mungkin merugikan negara-negara seperti Irak.
Penjabat Menteri Pertahanan AS Christopher Miller mengatakan Trump telah memutuskan untuk mengurangi kehadiran pasukan AS di Afghanistan dan Irak menjadi 2.500 masing-masing pada 15 Januari 2021.