Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Penutupan pemerintahan AS alias shutdown menyebabkan Securities & Exchange Committee (SEC) menghentikan proses peninjauan initial public offering (IPO). Meski demikian, beberapa perusahaan tetap bisa melantai di bursa dengan memanfaatkan celah hukum berupa aturan 20 hari, yang memungkinkan pendaftaran IPO tetap mendapat izin efektif tanpa persetujuan langsung SEC.
SEC mengaku harus menghentikan sementara proses peninjauan IPO karena shutdown AS yang sudah berlangsung selama tiga minggu. Berdasarkan rencana darurat, SEC memberhentikan lebih dari 90% stafnya dan hanya menyisakan sekitar 390 pegawai untuk menangani tugas penting, seperti pengawasan pasar dan penegakan hukum.
Baca Juga: Efek Shutdown, AS Rugi US$ 15 Miliar per Minggu
Langkah ini dikhawatirkan dapat menghambat momentum pemulihan pasar IPO yang mulai bangkit pasca turun beberapa tahun terakhir.
Namun ada celah agar perusahaan tetap bisa IPO di mana perusahaan menetapkan harga saham IPO setidaknya 20 hari sebelum pencatatan, bukan pada malam sebelum penawaran seperti yang biasa dilakukan. Aturan ini pernah digunakan selama shutdown pada 2018.
Startup bioteknologi MapLight menjadi yang pertama menggunakan jalur ini. Namun, metode ini berisiko karena tidak ada peninjauan regulasi resmi, sehingga bisa menimbulkan masalah hukum atau kepercayaan investor.
Metode ini populer di kalangan perusahaan akuisisi bertujuan khusus alias Special Purpose Acquisition Companies, yang tidak memiliki operasional dan hanya mengandalkan dana hasil IPO untuk akuisisi di masa depan.
Meski memberikan jalan keluar di masa krisis, langkah bypass ini berisiko besar bagi emiten dan investor. "Tidak adanya tinjauan regulasi meningkatkan risiko kesalahan pengungkapan dan membuat perusahaan serta investor rentan terhadap masalah hukum dan kejutan pasca IPO," kata Troy Hooper, Co-Head of Equity Capital Markets Americas Mergermarket, seperti dikutip Reuters.