Sumber: msnbc |
NEW YORK. Pasar saham sedang mencoba menggeliat dan merangsek ke atas. Sayangnya, ekonomi makro masih terus berubah.
Departemen Keuangan AS mengganti rencana bail out keuangannya dan Kongres juga tengah berselisih-pendapat mengenai kucuran dana untuk sejumlah pabrikan otomotif di AS. Di luar itu semua, para pemilik modal berada dalam kubangan waktu untuk mencari tahu apa yang akan terjadi pada esok hari. Mereka menemukan, sepertinya akan ada ayunan yang cukup liar lagi di lantai bursa pada minggu ini.
"Ada begitu banyak ketidakpastian yang luar biasa terjadi, satu datang setelah yang lainnya," kata Quincy Krosby, chief investment strategist untuk The Hartford. "Pasar membutuhkan kepercayaan bahwa semuanya akan menjadi baik. Namun saat ini sudah muncul tanda bahwa mereka kehilangan kepercayaan itu," tambahnya.
Harap dipastikan, penjualan oleh hedge fund maupun mutual fund telah menyumbang volatilitas pasar seiring dengan respons untuk redemptions. Hari Sabtu (15/11) kemarin merupakan tenggat untuk redemptions di hampir semua hedge fund. Hanya saja, para pemilik modal belum bisa mengantisipasi untuk mengakhiri penjualan dalam jumlah yang sangat besar.
Namun, ada faktor fundamental juga dibalik brutalnya pasar yang bergerak naik turun. Yang terbesar adalah perubahan strategi pemerintah untuk membenahi perekonomian yang lemah dan sistem keuangan yang tegang. Lantaran para pemilik modal tak tahu pasti apa langkah pemerintah, maka mereka tidak bisa menaksir melandainya perekonomian dunia dan harga-harga yang sesuai untuk pasar.
Minggu lalu, Treasury Secretary Henry Paulson mengatakan bahwa dana US$ 700 miliar tidak akan digunakan untuk membeli aset perbankan yang membusuk seperti yang direncanakan pada awalnya. Sebaliknya, pemerintah bersiap untuk membeli sejumlah saham di perbankan.
Ujung minggu lalu, setelah House Speaker Nancy Pelosi membeberkan bahwa pemerintah bakal menyediakan US$ 25 miliar untuk menyelamatkan General Motors Corp., Ford Motor Co. dan Chrysler LLC, namun dedengkot dari partai Republik menentang dengan keras rencana tersebut. Karenanya, Kongres bakal berembuk kembali minggu ini.
Menurut Krosby, kekhawatiran Wall Street terhadap pabrikan otomotif ini sesungguhnya jauh lebih rendah ketimbang terhadap perusahaan mereka sendiri. "Ini adalah mengenai pekerjaan," katanya.
Minggu lalu, AS memang dihamburi oleh sejumlah pemberitaan mengenai pasar tenaga kerja. Departemen Tenaga Kerja bilang, angka pengangguran di AS sudah mendekati 516.000 orang. Jumlah ini sedikit lebih tipis saat terjadi penyerangan teroris pada 11 September 2001. Saat itu, pengangguran mencapai 517.000 orang.
Minggu ini, ekonom memprediksikan akan ada klaim dari para penganggur di kisaran 500.000 orang. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Thomson/IFR, jumlah klaim yang diajukan oleh para penganggur ini akan mencapai lebih dari 500.000.
Seiring dengan hilangnya pekerjaan dan nilai properti yang menyusut, maka konsumsi masyarakat AS pun akan menciut. Hal ini merupakan permasalahan yang mendasar lantaran salah satu penopang perekonomian adalah konsumsi masyarakat. Departemen Perdagangan bilang minggu lalu, bahwa penjualan ritel menyusut 2,8% di bulan Oktober. Angka ini termasuk yang paling besar dalam sejarahnya, lantaran selama ini yang dianggap penyusutan terbesar adalah 2,65% di bulan Oktober 2001.
Itu sebabnya, angka-angka yang berhamburan di AS ini membikin para investor tidak mudah. Apalagi, bakal ada laporan lain yang muncul minggu ini dari Lowe Cos., Target Corp. and Home Depot Inc. Bahkan, laporan yang juga akan muncul dari Dell, pabrikan komputer terbesar di AS, juga akan menyumbang pandangan lain tentang konsumsi masyarakat yang tertahan.
Nah, masyarakat maupun perusahaan yang kini mengerem konsumsinya, perusahaan di segala lini akan kehilangan kekuatannya. Sejauh ini, sebanyak 93% dari perusahaan yang terdaftar di S&P 500 telah melaporkan kinerjanya di kuartal ketiga. Rata-rata, menurut data JP Morgan, pendapatan mereka anjlok 19%. Tentu saja, the biggest losers adalah industri keuangan, dan the biggest gainers adalah perusahaan-perusahaan energi--sektor yang mudah loyo saat harga minyak terjungkal.
Usaha pemerintah untuk menyokong sistem keuangan global telah membantu meningkatkan kinerja pasar, namun hanya sedikit menopang para pemilik modal yang mengkhawatirkan rontoknya perekonomian global.
"Kita melihat beberapa sisi sudah mencair, namun kita belum melihat kelanjutan pembelian lebih lanjut di credit market," tutur Scott Fullman, Director of Derivatives Investment Strategy WJB Capital Group di New York.
Pemimpin dari negara-negara yang tergabung dalam G20 bertemu di Washington pada hari Jumat dan Sabtu. Sayangnya, meski sudah sepakat untuk menyediakan pinjaman untuk institusi keuangan, nyatanya tidak membikin kesepakatan yang konkrit untuk mengobati krisis global kali ini.