Sumber: Bloomberg |
LONDON. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), pemasok lebih dari 40% kebutuhan minyak untuk seluruh dunia, sepertinya bakal menyepakati untuk memangkas produksinya kembali dalam pertemuan di Oran, Algeria, bulan depan.
"Kemungkinan kami tidak akan mengambil keputusan di Cairo," kata Chakib Khelil, Presiden OPEC yang juga merupakan Menteri Energi Algeria. "Di Oran, kita akan mendapatkan sejumlah informasi untuk mengambil keputusan. Di sanalah kita akan memutuskan untuk memotong produksi," imbuhnya.
OPEC berencana untuk bertemu di ibukota Egypt untuk membicangkan pasar minyak dan menahan harga-harga yang tergelincir setelah minyak dunia sempat menyentuh US$ 54,67 per barel pada 13 November lalu. Ke-13 anggota OPEC sudah menggunting produksinya sebesar 1,5 juta barel sehari saat ini, sesuai kesepakatan dalam perundingan di Vienna bulan lalu.
Nah, kemudian pertemuan di Cairo akan menakar situasi pasar dan mengumpulkan informasi dari semua negara anggota OPEC. "Harga minyak belakangan memang cukup rendah, namun tidak bisa selalu rendah begini. Kita percaya bahwa harga minyak ini sebaiknya berada di kisaran US$ 70-90 per barel," kata Khelil.
Pertemuan di Cairo, sesungguhnya hanya untuk anggota-anggota OPEC dari Arab saja. Namun, kemudian akhirnya merangkul semua negara anggota OPEC. Pada 17 Desember 2008 nanti, semua anggota OPEC ini setuju untuk bertemu di Oran.
Anggota-anggota OPEC diharapkan untuk menciutkan kembali suplai minyaknya untuk yang ketiga kalinya untuk mencegah terjungkalnya harga minyak di bawah US$ 50 per barel. Hal ini dinyatakan oleh 17 dari 18 analis yang disurvei oleh Bloomberg. Sekitar 14 analis memprediksikan OPEC bakal membabat produksinya kembali sekitar 1 juta barel sehari, atau lebih dari itu.
International Energy Agency (IEA) minggu lalu telah mengkoreksi prediksi permintaan minyak di seluruh dunia hingga 2030, berkurang 10 juta barel per hari, menjadi US$ 10 juta barel per hari. Soalnya, harga minyak makin tinggi sementara pertumbuhan global melambat.
IEA mengharapkan harga minyak kembali rebound ke level rata-rata US$ 100 per barel antara saat ini hingga 1015.
"Kemungkinan kami tidak akan mengambil keputusan di Cairo," kata Chakib Khelil, Presiden OPEC yang juga merupakan Menteri Energi Algeria. "Di Oran, kita akan mendapatkan sejumlah informasi untuk mengambil keputusan. Di sanalah kita akan memutuskan untuk memotong produksi," imbuhnya.
OPEC berencana untuk bertemu di ibukota Egypt untuk membicangkan pasar minyak dan menahan harga-harga yang tergelincir setelah minyak dunia sempat menyentuh US$ 54,67 per barel pada 13 November lalu. Ke-13 anggota OPEC sudah menggunting produksinya sebesar 1,5 juta barel sehari saat ini, sesuai kesepakatan dalam perundingan di Vienna bulan lalu.
Nah, kemudian pertemuan di Cairo akan menakar situasi pasar dan mengumpulkan informasi dari semua negara anggota OPEC. "Harga minyak belakangan memang cukup rendah, namun tidak bisa selalu rendah begini. Kita percaya bahwa harga minyak ini sebaiknya berada di kisaran US$ 70-90 per barel," kata Khelil.
Pertemuan di Cairo, sesungguhnya hanya untuk anggota-anggota OPEC dari Arab saja. Namun, kemudian akhirnya merangkul semua negara anggota OPEC. Pada 17 Desember 2008 nanti, semua anggota OPEC ini setuju untuk bertemu di Oran.
Anggota-anggota OPEC diharapkan untuk menciutkan kembali suplai minyaknya untuk yang ketiga kalinya untuk mencegah terjungkalnya harga minyak di bawah US$ 50 per barel. Hal ini dinyatakan oleh 17 dari 18 analis yang disurvei oleh Bloomberg. Sekitar 14 analis memprediksikan OPEC bakal membabat produksinya kembali sekitar 1 juta barel sehari, atau lebih dari itu.
International Energy Agency (IEA) minggu lalu telah mengkoreksi prediksi permintaan minyak di seluruh dunia hingga 2030, berkurang 10 juta barel per hari, menjadi US$ 10 juta barel per hari. Soalnya, harga minyak makin tinggi sementara pertumbuhan global melambat.
IEA mengharapkan harga minyak kembali rebound ke level rata-rata US$ 100 per barel antara saat ini hingga 1015.
Berita Terkait
Internasional
Jepang Alami Resesi Ekonomi Pertama Sejak 2001
TERBARU