Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pemerintah China berencana melibatkan perusahaan-perusahaan milik negara besar di Beijing untuk membeli rumah-rumah yang tidak laku dari pengembang properti yang sedang kesulitan keuangan. Ini dilakukan karena upaya sebelumnya yang melibatkan pemerintah daerah tidak berjalan efektif.
Menurut sumber Bloomberg, perusahaan-perusahaan milik negara seperti China Cinda Asset Management Co. dan pengelola utang bermasalah lainnya akan diminta untuk membantu mengurangi kelebihan pasokan rumah. Mereka akan bisa menggunakan dana sebesar 300 miliar yuan (sekitar US$ 41,8 miliar) yang sudah disiapkan oleh bank sentral sejak tahun lalu.
Langkah ini masih dalam tahap pembahasan, namun tujuannya adalah untuk membantu membersihkan sekitar 408 juta meter persegi rumah yang belum terjual di seluruh China, ukuran ini lebih besar dari kota Detroit di AS. Harapannya, program ini bisa membantu keuangan para pengembang dan mendorong pemulihan ekonomi.
Pemerintah juga sedang mempertimbangkan menghapus batas harga jual rumah dalam program ini agar penjualan bisa berjalan lebih cepat dan menarik bagi pembeli dari kalangan perusahaan negara.
Baca Juga: Hindari Tarif Tinggi AS, Investor China Incar Ekspansi ke Indonesia
Namun, hasil dari program serupa sebelumnya belum menggembirakan. Dari total pinjaman yang sudah diumumkan, baru sekitar 6% yang benar-benar disalurkan. Salah satu alasannya adalah lokasi rumah yang tidak sesuai dengan permintaan pasar, khususnya untuk rumah terjangkau.
Sejak sektor properti China mulai melemah lebih dari empat tahun lalu, pemerintah sudah meminta perusahaan pengelola utang bermasalah seperti Cinda dan Huarong untuk membantu menangani masalah ini, termasuk membeli proyek yang gagal dan membantu restrukturisasi pengembang.
Pada awal 2023, bank sentral juga sudah menyalurkan pinjaman murah sebesar 80 miliar yuan kepada pengembang lewat perusahaan pengelola utang, namun hasilnya juga belum memuaskan.
Masalah utama tetap sama permintaan masyarakat lemah, pasar kerja masih lesu, dan belum ada langkah stimulus besar dari pemerintah.
Bahkan Presiden Xi Jinping baru-baru ini menyerukan pendekatan baru dalam pembangunan kota dan perumahan, namun belum ada kebijakan agresif seperti yang diharapkan investor.
Sampai Juli 2025, penjualan rumah masih terus menurun, dan analis seperti UBS memprediksi pemulihan pasar properti baru akan terlihat di pertengahan atau akhir 2026.