Sumber: Bloomberg, Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BANGKOK. Kondisi politik di Thailand kian memanas saja. Hari ini, Pemerintah Thailand mengeluarkan peringatan akan adanya kekacauan jadwal penerbangan bagi ribuan penumpang dan merosotnya industri pariwisata. Pasalnya, demonstran anti pemerintah menduduki dan menutup akses dari dan ke Bangkok International Airport.
“Sepuluh ribu turis asing terjebak di airport karena kami menghentikan seluruh kegiatan penerbangan. Hal ini akan memukul sektor pariwisata Thailand pada bulan Desember. Padahal, itu merupakan musim paling ramai. Saya khawatir, hal ini juga akan berdampak hingga tahun depan,” papar Pornthip Hirunkate, sekjen Tourism Council of Thailand.
Serirat Prasutanond, general manager Suvarnabhumi Airport bilang, pihaknya tidak dapat memastikan kapan kondisi akan kembali normal.
“Saya sangat marah. Ini sangat tidak dapat dipercaya. Saya ingin kembali ke rumah,” keluh Aly Mdouj, 36 tahun, seorang bisnisman dari Afrika Selatan.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) mengatakan, pihaknya terus memonitor kondisi politik Thailand dan kemungkinan akan memberlakukan travel warning kepada para warganya.
Beberapa negara, termasuk Singapura dan Korsel sudah memberlakukan travel warning pada September lalu setelah para demonstran menutup airport terbesar kedua Thailand di pulau Phuket.
Berdasarkan laporan dari stasiun televisi TPBS, empat orang dilaporkan terluka akibat ledakan granat pagi ini di airport. Jurubicara aksi demonstrasi Parnthep Pongpourpan mengatakan, para korban mengalami luka yang tidak serius. Selain itu, Aliansi Masyarakat untuk Demokrasi akan menunggu kepulangan Perdana Menteri Somchai Wongsawat dan memintanya untuk segera mundur.
Para demonstran juga berjanji akan memaksa Wongsawat untuk menetapkan satatus darurat di Thailand jika tidak ingin terjadi aksi kekerasan yang lebih parah lagi. Sang perdana menteri dijadwalkan akan kembali hari ini dari pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Lima, Peru. Wongsawat sendiri sudah menolak desakan untuk mundur dan pihak kepolisian menghindari pembubaran aksi demonstransi dengan menggunakan kekerasan sejak terjadinya bentrokan pada 7 Oktober lalu yang menyebabkan dua orang tewas dan 470 orang lainnya luka-luka.