Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konglomerat teknologi Jepang, Sony Group Corp, akan mengumumkan strategi pertumbuhan untuk unit keuangannya pada hari Kamis mendatang sebagai bagian dari rencana spin-off yang telah mendapat sambutan positif dari para investor.
Langkah ini menandai babak baru dalam transformasi Sony dari perusahaan elektronik rumah tangga menjadi raksasa hiburan global.
Spin-Off Unit Keuangan: Langkah Strategis dan Efisien
Spin-off ini datang hanya empat tahun setelah Sony mengakuisisi penuh bisnis keuangannya dalam kesepakatan senilai $3,7 miliar. Kali ini, Sony akan mendistribusikan lebih dari 80% saham Sony Financial Group, yang mencakup bisnis perbankan dan asuransi, kepada pemegang saham dalam bentuk dividen saham (dividends in kind).
Baca Juga: Kompetisi Perusahaan Silicon Valley Memburu Peneliti AI Terbaik
Langkah ini merupakan spin-off parsial pertama di Jepang yang memanfaatkan perubahan regulasi pajak tahun 2023, dan juga akan menjadi direct listing pertama dalam lebih dari dua dekade. Dalam model direct listing, perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa tanpa melalui proses penawaran umum perdana (IPO) tradisional.
Sony menyatakan bahwa pemisahan ini akan memberikan kejelasan lebih besar kepada investor dengan memisahkan neraca keuangan bisnis non-keuangan, yang fokus pada efisiensi modal, dan bisnis keuangan, yang berkembang dengan akumulasi modal.
Dibandingkan dengan IPO, spin-off ini juga memungkinkan pemisahan skala besar dalam waktu singkat dan dengan risiko yang lebih rendah.
Perusahaan akan tetap mempertahankan sekitar 19,9% kepemilikan saham, dan unit keuangan tersebut akan tetap menggunakan merek Sony secara berlisensi.
Fokus Sony Bergeser ke Hiburan dan Teknologi Sensor
Transformasi Sony saat ini berpusat pada ekspansi di bidang hiburan—termasuk gim, film, dan musik—yang kini menyumbang lebih dari 60% dari total penjualan perusahaan.
Sony juga mempertahankan posisi dominannya sebagai produsen sensor gambar (image sensors) terkemuka untuk smartphone. CEO Sony, Hiroki Totoki, menekankan pentingnya investasi di sektor ini.
Baca Juga: Tsunami PHK di Dunia Teknologi, 50.000 Lebih Pekerja Terdampak pada Awal 2025
"Penting bagi kami untuk berinvestasi dalam proses manufaktur. Apakah sepenuhnya dilakukan sendiri, melalui kemitraan investasi, atau dengan strategi fab-light, semua opsi sedang dipertimbangkan," ujarnya.
Sony juga telah bermitra dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC) dalam proyek manufaktur chip di Jepang. Menurut analis Bernstein, David Dai, outsourcing sebagian produksi ke TSMC adalah pilihan alami untuk menurunkan beban biaya dan meningkatkan efisiensi operasional.
Dampak Perang Dagang dan Rencana Investasi Besar
Sony memperkirakan laba operasional tahun ini akan stagnan, sebagian karena dampak dari perang dagang yang dipicu oleh Presiden AS Donald Trump, yang diproyeksikan merugikan hingga 100 miliar yen (sekitar US$ 701 juta).
Meskipun demikian, Sony mencatat arus kas operasional tertinggi dalam sejarah perusahaan pada tahun lalu dan telah mengalokasikan 1,7 triliun yen untuk investasi modal serta 1,8 triliun yen untuk investasi strategis hingga Maret 2027.
Akuisisi dan Ekspansi dalam Industri Hiburan
Sebagai bagian dari ambisinya memperluas akses terhadap kekayaan intelektual (IP), Sony terus mencari peluang akuisisi. Di Jepang, Sony membeli saham Kadokawa (9468.T) setelah sempat mempertimbangkan akuisisi penuh, dan bahkan disebut-sebut sempat mempertimbangkan penawaran terhadap Paramount Global (PARA.O) tahun lalu.
Baca Juga: Skype Resmi Ditutup! Akhir dari Era Komunikasi Digital yang Legendaris
Sony juga menguatkan posisinya dalam industri anime, lewat perusahaan perencanaan Aniplex (bagian dari divisi musik Jepang), dan layanan streaming Crunchyroll, yang berada di bawah segmen Sony Pictures.
Menurut CEO Crunchyroll, Rahul Purini, “Ini masih tahap awal bagi kami, dan potensi pasarnya sangat besar. Audiens anime terus tumbuh setiap tahun