Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Risiko Bell's Palsy, sejenis kelumpuhan wajah, lebih tinggi setelah mendapat vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech, menurut sebuah penelitian yang terbit di jurnal The Lancet Infectious Diseases.
"Efek yang menguntungkan dan protektif dari vaksin COVID-19 (dari virus) yang tidak aktif jauh lebih besar daripada risiko efek samping yang umumnya sembuh sendiri ini," sebut penelitian itu, seperti dikutip Reuters.
Studi ini melibatkan 28 kasus Bell's Palsy yang dikonfirmasi secara klinis setelah suntikan vaksin Sinovac dilaporkan di antara hampir 452.000 orang yang menerima dosis pertama.
Dan, 16 kasus Bell's Palsy pasca suntikan vaksin buatan Pfizer-BioNtech terdeteksi dari lebih dari 537.000 orang yang menerima dosis pertama.
"Temuan kami menunjukkan peningkatan risiko Bell's palsy secara keseluruhan setelah vaksinasi CoronaVac (vaksin buatan Sinovac)," menurut penelitian tersebut.
Baca Juga: Sinovac: Dosis ketiga vaksin meningkatkan antibodi secara signifikan dalam seminggu
Penelitian yang dilakukan di Hong Kong menilai risiko efek samping dalam 42 hari setelah vaksinasi. Hanya, mekanisme Bell's Palsy pada pasien setelah vaksinasi tidak jelas, penelitian itu mengakui, dan menyerukan studi lebih lanjut.
"Bell's Palsy setelah vaksinasi jarang terjadi, dan sebagian besar gejalanya ringan dan membaik dengan sendirinya," kata perwakilan Sinovac Liu Peicheng dalam tanggapan tertulis kepada Reuters.
Liu mengatakan, Sinovac belum mendeteksi risiko Bell's Palsy dalam analisis data dari otoritas pengendalian penyakit China, Pusat Pemantauan Uppsala dari Organisasi Kesehatan Dunia, atau database unitnya untuk efek samping setelah vaksinasi.
"Menurut data saat ini, manfaat dan perlindungan CoronaVac jauh lebih besar dari risiko yang mungkin terjadi," ujar Liu. "Masyarakat harus divaksinasi penuh tepat waktu dengan CoronaVac untuk mencegah infeksi COVID-19 dan memblokir penularan virus".