kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Sudah evakuasi 15.000 orang, Inggris resmi tinggalkan Afghanistan


Minggu, 29 Agustus 2021 / 07:17 WIB
Sudah evakuasi 15.000 orang, Inggris resmi tinggalkan Afghanistan
ILUSTRASI. Evakuasi di Afghanistan


Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - LONDON. Inggris telah menyelesaikan penerbangan militer terakhir setelah meninggalkan Kabul pada Sabtu (28/8) malam setelah mengevakuasi lebih dari 15.000 orang dalam dua minggu sejak Taliban menguasai Afghanistan. Ini juga mengakhiri hampir 20 tahun kehadiran militer Inggris di negara itu.

"Penerbangan terakhir yang membawa personel Angkatan Bersenjata Inggris telah meninggalkan Kabul," kata Kementerian Pertahanan Inggris seperti dikutip Reuters.

Sebelumnya pada Jumat (27/8) Inggris mengatakan, misi evakuasi akan berakhir dalam beberapa jam dan bahwa militernya tidak akan dapat menerbangkan warga Afghanistan yang memenuhi syarat untuk pemukiman kembali namun belum memasuki bandara Kabul.

"Kita harus bangga dengan angkatan bersenjata kita, menyambut mereka yang datang untuk kehidupan yang lebih baik dan sedih untuk mereka yang ditinggalkan," kata Menteri Pertahanan Ben Wallace setelah penerbangan terakhir Inggris dari Afghanistan berlangsung.

Inggris berada di pihak yang sama dengan Washington sejak awal invasi. Kala itu, serangan yang pimpinan Amerika Serikat (AS) ke Afghanistan dilakukan dengan menggulingkan Taliban yang sedang berkuasa. 

Hal tersebut menjadi hukuman karena Taliban menyembunyikan militan al Qaeda, yang berada di balik serangan 11 September 2001. Lebih dari 450 personel angkatan bersenjata Inggris tewas selama dua dekade penempatan di negara tersebut.

Baca Juga: Taliban bersiap bentuk kabinet baru di tengah evakuasi AS hampir berakhir

Presiden AS Joe Biden telah menetapkan batas waktu yakni 31 Agustus bagi militer AS untuk meninggalkan Afghanistan. Sementara, pasukan sekutu termasuk Inggris telah memilih untuk pergi sebelum itu. Inggris juga telah menangguhkan operasi kedutaan di Afghanistan.

Wallace memperkirakan, ada sekitar 800 hingga 1.100 warga Afghanistan yang telah bekerja dengan Inggris dan memenuhi syarat untuk pemukiman kembali tidak akan berhasil keluar melalui udara, dan berjanji untuk membantu mereka jika mereka bisa pergi melalui perjalanan darat.

Jenderal Nick Carter, Kepala Angkatan Bersenjata Inggris, mengatakan kepada BBC pada hari Sabtu bahwa totalnya akan di kisaran "high hundreds".

"Orang-orang seperti saya, kami selamanya menerima pesan dan teks dari teman-teman Afghanistan kami yang sangat menyedihkan. Kami menjalani ini dengan cara yang paling menyakitkan," kata Carter.

Kerjasama dengan Taliban?

Perdana Menteri Boris Johnson juga memuji angkatan bersenjata Inggris.

"Saya ingin berterima kasih kepada semua orang yang terlibat dan ribuan orang yang mengabdi selama dua dekade terakhir. Anda bisa bangga dengan apa yang telah Anda capai," katanya.

Carter menambahkan, Inggris dan sekutunya mungkin bekerja sama dengan Taliban di masa depan untuk mengatasi ancaman dari kelompok militan Islamic State (ISIS). Kelompok itu, yang kini menjadi musuh negara Barat dan Taliban, mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di luar bandara Kabul pada Kamis (26/8). Serangan tersebut menewaskan puluhan orang, termasuk 13 anggota militer AS.

Baca Juga: AS luncurkan serangan menggunakan drone ke ISIS pasca ledakan di bandara Kabul

"Jika Taliban mampu menunjukkan bahwa mereka dapat berperilaku seperti pemerintah normal akan berperilaku sehubungan dengan ancaman teroris, kami mungkin menemukan bahwa kami (dapat) beroperasi bersama," ujar Carter kepada Sky News.

"Tapi kami harus menunggu dan melihat. Tentu saja beberapa cerita yang kami dapatkan tentang cara mereka memperlakukan musuh mereka berarti akan sangat sulit bagi kami untuk bekerja dengan mereka saat ini," tambahnya.

Johnson juga membahas situasi Afghanistan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pada hari Sabtu, ketika kedua pemimpin sepakat bahwa negara-negara kaya dari Group of Seven (G7) harus mengambil pendekatan bersama untuk berurusan dengan pemerintah Taliban di masa depan.

"Perdana Menteri menekankan bahwa setiap pengakuan dan keterlibatan dengan Taliban harus bergantung pada mereka yang memungkinkan perjalanan yang aman bagi mereka yang ingin meninggalkan negara itu dan menghormati hak asasi manusia," kata kantor Johnson.

Selanjutnya: Singgung kebrutalan di era kolonial, Korea Utara minta Jepang bertobat



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×