Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Nina Dwiantika
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintahan Presiden Donald Trump mematok target kemenangan di Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) atas gugatan legalitas tarif impor. Optimisme ini mencuat seiring besarnya risiko finansial yang mengintai kas negara jika kebijakan proteksionis itu rontok di meja hijau.
Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Agung bakal menjadi penentu nasib tarif baru rezim Trump. Jika kalah, pemerintah AS terpaksa merogoh kocek hingga US$ 100 miliar untuk mengembalikan dana (refund) kepada para pelaku usaha yang terdampak.
"Pengembalian dana sebesar itu akan memicu tantangan administratif yang luar biasa besar bagi pemerintah," cetus Hassett dalam wawancara dengan program Face the Nation, Minggu (21/12).
Di tengah ketidakpastian hukum, Hassett justru menilai rencana Trump membagikan cek kompensasi tarif sebesar US$ 2.000 bagi masyarakat kini semakin masuk akal. Ia mengaku sempat meragukan ketahanan ruang fiskal untuk mengeksekusi janji tersebut sebelum melihat penguatan data pertumbuhan ekonomi terbaru.
Baca Juga: Balasan Tarif EV: China Kenakan Bea Masuk Hingga 42,7% ke Produk Susu Uni Eropa
Dividen untuk Prajurit
Tak hanya warga sipil, Trump juga melempar wacana pembayaran "Dividen Prajurit" sebesar US$ 1.776 kepada sekitar 1,45 juta personel militer aktif AS. Angka simbolis ini merujuk pada tahun kemerdekaan AS. Trump mengklaim, pendapatan dari tarif impor melampaui ekspektasi awal, sehingga layak dialokasikan bagi militer.
Namun, ambisi fiskal Trump ini dibayangi oleh hantu inflasi dan resistensi dari internal Partai Republik di Capitol Hill. Meski Hassett mengklaim adanya ruang fiskal berkat pemangkasan defisit sebesar US$ 600 miliar, para pengamat menilai pembagian "cek gratis" senilai ratusan miliar dolar justru berisiko memicu gejolak harga yang baru mereda.
Di sisi lain, dunia usaha mulai bersiap menghadapi skenario terburuk; sejumlah perusahaan dikabarkan menyiapkan gugatan pra-emptif untuk memastikan hak pengembalian dana tetap terjaga jika MA membatalkan tarif berbasis IEEPA tersebut. Tarik-ulur antara kebutuhan mendanai janji kampanye dan kewajiban menjaga stabilitas utang nasional senilai US$ 38 triliun menjadi ujian paling krusial kredibilitas ekonomi "Trumpnomics" di periode kedua ini.
Ironisnya, taji penerimaan tarif mulai tumpul. Menyusul pencabut an sebagian tarif komoditas, setoran ke kas negara melandai. Penerimaan tarif bulanan merosot dari US$ 31,35 miliar (Okt) ke US$ 30,76 miliar (Nov). Penurunan ini merupakan koreksi pertama sejak perang tarif Trump ditabuh.
Baca Juga: Bursa Australia Tembus Level Tertinggi Lebih dari Sebulan Selasa (23/12)













