Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Sanny Cicilia
BANGKOK. Pergolakan politik Thailand mulai menunjukkan dampak ke ekonomi. Badan Pengembangan Sosial dan Ekonomi Nasional Thailand, melaporkan produk domestik bruto Negeri Gajah Putih ini berkontraksi 0,6% pada kuartal pertama dibandingkan tahun sebelumnya.
Angka tersebut jauh lebih buruk ketimbang prediksi survei Bloomberg yang masih meramal pertumbuhan sekitar 0,4%. Kondisi ekonomi Thailand yang tertatih-tatih ini diperkirakaan akan berlanjut.
Badan Perencanaan Nasional Thailand, kemarin memangkas proyeksi pertumbuhan tahun ini, dari sekitar 3% - 4% menjadi 1,5% - 2,5%. Badan Perencanaan juga menggunting proyeksi pertumbuhan ekspor dari 5%-7% menjadi 3,7% saja.
Badan Perencanaan menggerus prediksi total investasi dari kenaikan 3,1% menjadi turun 1,3% tahun ini. "Masalah politik yang lebih panjang daripada prediksi sebelumnya menimbulkan gangguan atas pertumbuhan ekonomi yang lebih besar daripada perkiraan kami sebelumnya," kata Badan Pengembangan Ekonomi dalam pernyataan, Senin (19/5).
Produksi industri serta sektor pariwisata Thailand terganggu akibat kerusuhan berbulan-bulan. Apalagi, setelah pengadilan Thailand menurunkan Perdana Menteri, Yingluck Shinawatra.
Gundy Cahyadi, Ekonom DBS Group Holdings Ltd di Singapura mengatakan, belanja konsumsi swasta dan investasi lebih rendah daripada perkiraan. Ini menunjukkan sinyal bahwa dampak kondisi politik terhadap ekonomi lebih besar ketimbang estimasi awal. "Prospek belanja pemerintah masih sangat buruk dan industri pun tidak mau berkomitmen atas investasi baru," kata Cahyadi, kepada Bloomberg.
Cahyadi memprediksi, kondisi ekspansi ekonomi yang minim akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Thailand hanya di bawah 2% tahun ini. Analis DBS Group dan Mizuho Bank Ltd memprediksi, Thailand akan mencatat kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut, yang berarti resesi.
Tingkat konsumsi turun 2,1% pada kuartal pertama. Sedangkan investasi di Thailand melorot hingga 9,8% pada periode yang sama. "Semester kedua pun ada risiko bahwa kondisi Thailand masih lemah," kata Rahul Bajoria, Ekonom Barclays Plc Singapura.
Thailand merupakan negara dengan guncangan yang kuat. Negara terbesar kedua di Asia Tenggara ini selamat dari kudeta, bencana alam dan krisis finansial global sejak 2008. Resesi teknikal terakhir di Thailang terjadi pada tahun 2009, ketika krisis global menurunkan ekspor dan demonstrasi anti-pemerintah menutup bandara internasional Bangkok lebih dari sepekan.