kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak 2014


Senin, 17 Agustus 2020 / 06:50 WIB
Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak 2014
ILUSTRASI. Raja Thailand Maha Vajiralongkorn. REUTERS/Chalinee Thirasupa


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Reuters memberitakan, lebih dari 10.000 pengunjuk rasa Thailand meneriakkan yel-yel "jatuh dengan kediktatoran" dan "negara milik rakyat". Mereka berunjuk rasa di Bangkok pada hari Minggu (16/8/2020) dan sejauh ini merupakan aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak kudeta 2014.

Dalam aksi unjuk rasa tersebut, ada pula seruan dari para siswa untuk mengekang kekuatan monarki serta tuntutan untuk kepergian mantan pemimpin junta Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, konstitusi baru dan diakhirinya pelecehan aktivis oposisi.

Masih mengutip Reuters, mahasiswa telah memimpin aksi protes hampir setiap hari selama sebulan terakhir. Akan tetapi, aksi demonstrasi pada hari Minggu kemarin menarik kerumunan yang lebih besar di negara Asia Tenggara itu. Thailand memang telah mengalami aksi protes selama beberapa dekade yang diselingi oleh kudeta militer.

Baca Juga: Laut China Selatan memanas, ASEAN berkomitemen terus jadi lokomotif bagi perdamaian

"Kami menginginkan pemilu baru dan parlemen baru dari rakyat," kata aktivis mahasiswa Patsalawalee Tanakitwiboonpon, 24 tahun, di hadapan pengunjuk rasa. “Terakhir, impian kami adalah memiliki monarki yang benar-benar di bawah konstitusi.”

Penyelenggara gerakan Rakyat Bebas dan polisi mengatakan, ada lebih dari 10.000 orang yang ikut terlibat dalam aksi protes itu.

Baca Juga: Genjot ekonomi, Thailand akan perluas hak panen tanaman ganja untuk medis

"Perdana menteri menyampaikan keprihatinannya kepada para pejabat dan pengunjuk rasa untuk menghindari kekerasan," jelas Traisulee Traisoranakul, juru bicara pemerintah, mengatakan kepada wartawan. Dia mengatakan Prayuth juga telah memerintahkan kabinet untuk mengambil langkah membangun pemahaman antar generasi.

Belum ada komentar langsung dari Istana Kerajaan tentang kejadian ini.

Prayuth memenangkan pemilu tahun lalu yang menurut pihak oposisi diadakan di bawah aturan untuk memastikan bahwa dia bisa mempertahankan kekuasaannya. Partai oposisi paling vokal kemudian dilarang.

Kemarahan warga Thailand semakin menjadi yang dipicu oleh tuduhan korupsi, penangkapan beberapa pemimpin mahasiswa atas aksi protes sebelumnya, dan dampak ekonomi dari epidemi virus corona.

Baca Juga: Salah sebut Thailand sebagai Thighland, Trump jadi bahan ejekan

“Kami melihat pergeseran dalam strategi gerakan yang dipimpin pemuda menjadi lebih inklusif,” kata Titipol Phakdeewanich, dekan ilmu politik di Universitas Ubon Ratchathani, mengutip penekanan mereka pada ekonomi serta politik.

Beberapa kelompok mahasiswa juga telah mempresentasikan 10 reformasi yang mereka upayakan kepada monarki Raja Maha Vajiralongkorn - termasuk mengekang kekuasaannya atas konstitusi, kekayaan kerajaan dan angkatan bersenjata.

Baca Juga: Thailand Akan Memacu Bisnis Ganja Untuk Mengerek Wisatawan Medis

Asal tahu saja, hukum lese majeste Thailand menetapkan hukuman hingga 15 tahun karena mengkritik monarki, tetapi Prayuth mengatakan raja meminta agar tidak digunakan untuk saat ini.

Ketika protes anti-pemerintah sedang berlangsung, beberapa orang royalis juga mengadakan demonstrasi, mengibarkan bendera nasional dan mengangkat foto raja dan bangsawan lainnya berbingkai emas.

“Saya tidak peduli jika mereka memprotes pemerintah tetapi mereka tidak dapat menyentuh monarki,” kata Sumet Trakulwoonnoo, pemimpin kelompok royalis, Pusat Koordinasi Siswa Vokasi Perlindungan Lembaga Nasional (CVPI).

Baca Juga: Tiongkok kerahkan pesawat tempur jarak jauh di atas Laut China Selatan

Para kritikus menuduh monarki membantu memperpanjang cengkeraman militer dalam politik di Thailand, di mana telah terjadi 13 kudeta yang berhasil sejak berakhirnya pemerintahan kerajaan absolut pada tahun 1932.

Sebelum kudeta 2014, Bangkok diguncang oleh lebih dari satu dekade bentrokan yang sering terjadi antara pengunjuk rasa royalis kaos kuning dan kaos merah saingan yang setia kepada mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra.

Gelombang baru protes sejauh ini tidak disertai kekerasan.




TERBARU

[X]
×